BAB I
PENDAHULUAN
Albert Otto Hirschman (7 April 1915
- 10 Desember 2012) adalah seorang ekonom yang sangat berpengaruh dan penulis
beberapa buku tentang ekonomi politik dan ideologi politik . Kontribusi besar
pertamanya adalah di bidang pengembangan ekonomi . Di sini ia menekankan
perlunya pertumbuhan tidak seimbang.
Salah satu teori dari Albert O
Hirschman adalah ”trickle down effect” (efek ke bawah -- kemakmuran).
Begitu dahsyatnya kalau teori tersebut bisa terlaksana dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Sayang sekali, kegagalan pembangunan ekonomi Orde Baru,
yang gembar-gembor pakai pendekatan kemakmuran rakyat, dengan jargon ”trickle
down effect”, tidak terjadi, bahkan menimbulkan ketimpangan dan
kesenjangan ekonomi, serta kecemburuan sosial...
Kita sangat paham kalau perkembangan
ekonomi yang membaik juga melahirkan paradoks. Justru pesatnya perkembangan
ekonomi saat ini yang bisa mengalami ”trickle up effect” (efek ke
atas -- kemakmuran). Hasilnya tidak dinikmati secara merata, melainkan hanyalah
segelintir orang kaya. Maksudnya pertumbuhan ekonomi hanya diuntungkan bagi
masyarakat kaya.
Indikator tersebut diatas,
setidaknya dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi yang melaju pesat, sementara
kemiskinan dan pengangguran tidak beranjak turun, bahkan cenderung naik.
Sedangkan dari sisi lain, beberapa industri mencatat kemajuan produksi, seperti
sepeda motor,elektronik, mobil. Jelas adanya kenaikan penjualan, lantas siapa
yang menikmati perkembangan ekonomi tersebut? Investor atau rakyat?
Penyebab ”trickle up effect”
antara lain belum teratasinya secara komprehensif dan menyeluruh persoalan
struktural pada saat krisis ekonomi. Dan akibat program penyesuaian ekonomi
yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Tentu sangat berbeda
dengan ”trickle down effect” , yakni dalam konteks menetes ke bawah,
berarti pertumbuhan ekonomi sekian persen, bisa menciptakan lapangan kerja
sekian ratus ribu yang turut mensejahterakan masyarakat.
Mencermati persoalan perekonomian
ini, pemerintah bisa melakukan dengan memberi akses pasar dan permodalan ke
masyarakat, khususnya dunia usaha yang terpinggirkan saat ini. Seperti sektor
informal, usaha kecil, koperasi yang selama ini lebih banyak digeluti oleh
masyarakat luas, harus dikembangkan dan dijaga kelangsungan hidupnya.
Pemerintah yang mempunyai kekuatan
intervensi kebijakan, tentu pembukaan akses pasar dan permodalan bagi kalangan
masyarakat bawah (yang termarginalkan), sudah saatnya dibuktikan. Bukan sekedar
dalam pidato kenegaraan maupun kunjungan ke daerah miskin. Paling tidak,
pemerintah harus mengupayakan secara konsisten agar Usaha Kecil dan Menengah
(UKM), yang memiliki peran strategis dalam tatanan perekonomian kita, terutama
dalam mengurangi kemiskinan, agar bisa feasible untuk dibiayai oleh
perbankan.
Kenapa sektor UKM perlu terus
menerus didorong untuk laju berkembang ? Karena pertarungan ekonomi di
lapangan, dinilai sudah tidak seimbang lagi. Situasi pasar, sudah mengarah
kepada hegemoni para kapitalis. Maka, peran UKM disamping bisa melibatkan
banyak orang, usaha ini juga bisa dilakukan secara bersama-sama. Ini perlu
secara terus menerus dikomunikasikan (publikasi) ke khalayak luas. Dari
informasi ini, akan tumbuh gairah usaha dan perkembangannya secara menyeluruh.
Peningkatan ekonomi yang lebih riil
saat ini memang masih ditunggu rakyat. Untuk mencapai itu, pemerintah harus
mempertegas kebijakan yang berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi mikro. Kita
masih ingat selalu, kalau meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran akibat
krisis ekonomi yang berkepanjangan dan kebijakan kenaikan harga BBM.
Fakta selama dekade terakhir ini, pendapatan per
kapita Indonesia masih paling rendah dibandingkan Malaysia, Vietnam, Thailand,
Korea dan China. Padahal negara tersebut juga mengalami krisis ekonomi yang
sama. Terus kapan bangsa Indonesia bisa menikmati kemakmuran yang sejati,
seperti petuah ”trickle down effect”. Rakyat sangat setia menunggu
”tetesan kemakmuran”, ibarat nunggu ”Ratu Adil"
BAB II
ISI
Hirschman dan Myrdal : inti dari
teori yang disampaikan oleh hirscman dan Myrdal menjelaskan tentang dampak
tetesan kebawah dan dampak penyebaran dan pengurasan. Dimana pengembangannya
melalui satu titik yang diharapkan bisa mempengaruhi titik-titik yang ada
disekitarnya.
Hirschman dan Myrdal : contoh yang
merupakan cerminan dari teori hirscman dan Myrdal adalah wilayah muncar sebagai
penghasil ikan, diman banyak sedikitnya ikan yang diperoleh maupun yang diolah
selalu membawa dampak bagi lingkungan atau wilayah sekitarnya. Seperti kejadian
yang ada saat ini, ketika perolehan jumlah ikan naik, produksi juga naik, maka
tingkat pencemaran terhadap wilayah sekitar semakin tinggi, ini juga berdampak
pada ekosistem laut yang mulai teremar. Disisi lain masyarakat wilayah lain
memerlukan suplai ikan, ketika jumlah ikan semakin berkurang maka harga ikan
akan semakin mahal, itu juga salah satu dampaknya. Jika saja pengolahan limbah
pabrik pengolahan ikan diatur dengan baik maka keuntungan bagi wilayah muncar
dan sekitarnya juga akan besar
Hirscman dan Myrdal : hamper sama
dengan francois parroux, hirscman dan Myrdal juga menggunakan istilah
polarisasi, namun tidak menggunakan istilah titik kutub atau pole, mereka
menggunakan istilah dampak tetesan kebawah. Bedanya jika pada teori parroux
yang mempengaruhi adalah polarisasinya, pada teori hirscman dan myrdal yang
mempengaruhi adalah titik perkembangannya, jadi ketika terjadi krisis besar dan
berkepanjangan, ketika titik perkembangan goyah, yang dibawah atau polarisasi-polarisasinya
akan hancur.
Hirschman adalah seorang penganjur
teori pertumbuhan tidak seimbang. Secara geografis, pertumbuhan ekonomi pasti
tidak seimbang. Dalam proses pertumbuhan tidak seimbang selalu dapat dilihat
bahwa kemajuan disuatu tempat (titik) menimbulkan tekanan-tekanan,
ketegangan-ketegangan, dan dorongan-dorongan kearah perkembangan pada
tempat-tempat (titik-titik) berikutnya. Hirscman (1958), menyadari bahwa fungsi-fungsi ekonomi berbeda
tingkat intensitasnya pada tempat yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi diutamakan
pada titik originalnya sebelum disebarkan ke berbagai tempat lainnya. Ia
menggunakan istilah Titik Pertumbuhan (Growing Point) atau Pusat Pertumbuhan
(Growing Centre).
Di sutau negara terdapat beberapa
titik pertumbuhan, dimana industri berkelompok ditempat itu, karena diperoleh
beberapa manfaat dalam bentuk penghematan-penghematan dan kemudahan-kemudahan.
Kesempatan investasi, lapangan kerja dan upah buruh relatif tinggi lebih banyak
terdapat di pusat- pusat pertumbuhan dari pada daerah belakang. Antara pusat
dan daerah belakang terdapat ketergantungan dalam suplai barang dan tenaga
kerja. Pengaruh yang paling hebat adalah migrasi penduduk ke kota-kota besar
(urbanisasi) akan dapat mengabsorsikan tenaga kerja yang trampil dan pihak lain
akan mengurangi pengangguran tidak kentara di daerah belakang. Hal ini
tergantung pada tingkat koplementaritas antara dua tempat tersebut. Jika
komplementaritas kuat akan terjadi proses penyebaran pembangunan
kedaerah-daerah belakang (trikling down)
dan sebaliknya jika komplementaritas lemah akan terjadi pengaruh polarisasi
(Keban, 1995).
Jika pengaruh polarisasi lebih kuat dari pengeruh penyebaran
pembangunan maka akan timbul masyarakat dualistik, yaitu selain memiliki
ciri-ciri daerah perkotaan modern juga memiliki daerah perdesaan terbelakang
(Hammand,1985, Indra Catri,1993). Walaupun terlihat suatu kecenderungan yang
suram namun Hirschman optimis dan percaya bahwa pengaruh trikling-down akan mengatasi pengaruh
polarisasi. Misalnya bila daerah perkotaan berspesialisasi pada industri dan
daerah perdesaan berspesialisasi pada produksi primer, maka meluasnya
permintaan daerah perkotaan harus mendorong perkembangan daerah perdesaan,
tetapi apa yang terjadi tidak seperti yang diharapkan. Pada khususnya ada
kemungkinan besar bahwa elastisitas penawaran jangka pendek di daerah perdesaan
adalah sedimikian rendah sehingga dasar pertukaran akan berubah merugikan
daerah perkotaan.
Dalam jangka panjang
penghematan-penghematan ekstrnal dan tersedianya komplementaritas di
pusat-pusat akan menjamin penyebaran pembangunan ke daerah-daerah disekitarnya.
Pada pihak lain, berdasarkan konseptual yang serupa mengenai struktur
titik-titik pertumbuhan dan
daerah-daerah belakang, Myrdal (1957) menggunakan istilah Backwash effect dan
spread effect yang artinya persis serupa
dengan polarisasi dan pengaruh trikling down.
Namun demikian, dalam penekanan
pembahasan dan kesimpulan-kesimpulan terdapat perbedaan yang cukup besar.
Analisa Myrdal memberikan kesan pesimistis, ia berpendapat bahwa polarisasi
muncul lebih kuat dari pada penyebaran pembangunan, permintaan faktor-faktor
produksi akan menumpuk di daerah- daerah perkotaan yang memberikan manfaat
kepadanya, dan sebaliknya di daerah perdesaan yang tidak menguntungkan akan menipis.
Pesimisme tersebut dapat dimaklumi karena Myrdal tidak memaklumi bahwa
timbulnya titik pertumbuhan adalah suatu hal yang tidak terelakkan dan
merupakan syarat bagi perkembangan selanjutnya dimana-mana. Pusat pemikiran
Myrdal pada kausasi komulatif menyebabkan ia tidak dapat melihat dengan titik
balik apabila perkembangan kearah polarisasi di suatu wilayah sudah berlangsung
untuk beberapa waktu. Kausasi sirkuler komulatif selalu meghasilkan penyebaran
pembangunan yang lemah dan tidak kemerataan, atau dapat dikatakan bahwa
mobilitas akan memperbesar ketimpangan pendapatan dan migrasi akan memperbesar
ketimpangan regional. Berdasarkan pada perbedaan pandangan diatas, maka
kebijaksanaan perspektif yang dianjurkan oleh Hirschman dan Myrdal berbeda pula.
Hirschman menyarankan agar membentuk
lebih banyak titik-titik pertumbuhan supaya dapat menciptakan pengaruh-pengaruh
penyebaran pembengunan yang efektif, sedangkan Myrdal menekankan pada
langkah-langkah kebijaksanaan unmtuk melemahkan backwash effets dan meperkuat
sread effeetc agar proses kausasi sirkuler kumulatif mengarah keatas, dengan
demikian semakin memperkecil ketimpangan regional ( Murtomo, 1988, Indra Catri,
1993, Keban, 1995).
Gunnar Myrdal (1957) dan Aschman
(1958) dalam Keban (1995), menyerang pengertian equilibrium dalam teori ekonomi
dan mengemukakan ide-ide dasar tentang polarisasi pembangunan. Menurut
pandangan Myrdal, daerah-daerah inti dari perekonomian adalah magnit penguat dari kemajuan. Myrdal mengemukakan
bahwa setel;ah pertumbuhan dimulai pada lokasi yang dipilih pada perekonomian
bebas, arus masuk tenaga kerja, ketrampilan, modal dan komoditi berkembang
secara spontan untuk mendukungnya. Tetapi arus ini meliputi efek backwash,
ketidak samaan antara daerah-daerah yang
berkembang dengan daerah-daerah lain. Daerah-daerah yang sedang tumbuh
mempengruhi daerah-daerah lain melalui dua kekuatan yang berlawanan , menurut
model Myrdal disebut Effect backwash dan efek penyebaran (Spread effect dan
backwash effect).
Efek penyebaran menunjukkan dampak
yang menguntungkan dari daerah-daerah yang makmur terhadap daerahdaerah yang
kurang makmur, hal ini meliputi : meningkatnya permintaan komoditi primer,
investasi dan difusi ide serta tehnologi. Dalam banyak negara-negara
terbelakang, efek penyebaran terbatas pada daerah-daerah disekitar pusat-pusat
herarkhi perkotaan (Murtomo, 1988, Keban, 1995). Hirschman membantah bahwa
memilih dan memusatkan aktivitasnya pada titiktitik pertumbuhan adalah alami
bagi para pengusaha. Pembangunan lama kelamaan tidak berimbang, pertumbuhan
daerah yang sedang berkembang membatasi kapasitas pertumbuhan dimana-mana.
Utara (North) menarik tenaga trampil dan tabungan dari selatan (south).
Elastisitas permintaan income lebih besar untuk barang-barang buatan north, dan
oleh karena itu syarat-syarat perdagangn melawan produsen south akan komoditi
primernya (Jhingan,M.L.1993, Arsyad, 1988). Ide pokok dari model Hirschman
adalah bahwa efek polaritas disebabkan oleh “effect trickling down”, ekuivalen
dengan efek penyebaran dari Myrdal. Effect trickling down meliputi tujuan
komoditi North yang diproduksi di South dan gerakan modal keselatan, disamping
North dapat menarik tenaga selatan yang cukup untuk menjamin meningkatnya
produktivitas tenaga kerja marjinal dan tingkat konsomsi perkapirta South.
Hischman bersikeras bahwa effect trickling down hanya bisa terjadi bila di
North membutuhkan South untuk ekspansinya sendiri.
Myrdal dan Hirschman dengan teori
polarisasi ekonominya telah mengetahui adanya daya kompensasi yang berlawanan,
yakni efek-efek arus balik atau polarisasi, yang akan menghambat
perkembangan diseluruh negeri. Hirschman melihat bahwa secara geografis
pertumbuhan mungkin tidak perlu berimbang. Ia percaya bahwa dengan
berlangsungnya waktu, efek-efek menetes kebawah (tricling down-effects)
akan dapat mengatasi efek polarisasi; dan hal yang demikian akan terjadi jika
ada campur tangan negara (pemerintah) dalam perekonomian. Gagasan-gagasan
tersebut diatas memberikan dasar bagi tumbuhnya model pusat-pinggiran (core-periphery)
dari pebrisch seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Myrdal dan Hirschman dengan teori
polarisasi ekonomi menjelaskan perbedaan pembangunan/kemajuan antara core
dan periphery (pusat-pinggiran). Menurut Myrdal, bila dalam suatu wilayah
didirikan industri, maka akan terjadi pemusatan penduduk disekitar daerah
industri tersebut. Penduduk disini memerlukan pelayanan sosial dan ekonomi,
sehingga menarik para penanam modal. Akhirnya modalpun mengalir kearah itu.
Industri pertama mungkin juga menarik pendirian industry lainnya baik yang
menyediakan bahan mentahnya maupun industri yang mengolah bahan setengah jadi
bahan yang dihasilkan oleh industri pertama. Demikianlah akan terjadi
pertumbuhan yang makin lama makin pesat (Polarization of Growth”). “Polarization
of growth” ini akan menimbulkan “backwash-effects” atau akibat
akibat yang menghambat pertumbuhan wilayah-wilayah lain dari mana tenaga-tenaga
trampil, modal barang-barang perdagangan ditarik kearah itu. Daerah yang
terkena “backwash-effects” ini makin lama menjadi makin mundur dan
disebut “periphery” (Henderink & Murtomo, 1988: 26)
BAB III
KESIMPULAN
Hirschman
dan Myrdal : inti dari teori yang disampaikan oleh hirscman dan Myrdal
menjelaskan tentang dampak tetesan kebawah dan dampak penyebaran dan
pengurasan. Dimana pengembangannya melalui satu titik yang diharapkan bisa
mempengaruhi titik-titik yang ada disekitarnya.
Ide
pokok dari model Hirschman adalah bahwa efek polaritas disebabkan oleh “effect
trickling down”, ekuivalen dengan efek penyebaran dari Myrdal. Effect trickling
down meliputi tujuan komoditi North yang diproduksi di South dan gerakan modal
keselatan, disamping North dapat menarik tenaga selatan yang cukup untuk
menjamin meningkatnya produktivitas tenaga kerja marjinal dan tingkat konsomsi
perkapirta South. Hischman bersikeras bahwa effect trickling down hanya bisa
terjadi bila di North membutuhkan South untuk ekspansinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar