HASIL PENELITIAN
131
KAJIAN KOTA MANADO SEBAGAI KOTA LAYAK HUNI BERDASARKAN KRITERIA (IAP) IKATAN AHLI PERENCANAAN
Djunaidi Irwinsyah Darise1, Dr.Ir. Linda Tondobala, DEA² , &Ir. Pierre H. Gosal, MEDS3 1Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah& Kota Universitas Sam Ratulangi Manado 2 & 3Staf Pengajar Jurusan Arsitektur, Universitas Sam Ratulangi Manado
Abstrak.Sebuah kota yang baik haruslah memberikan kenyamanan bagi penduduk yang tinggal didalamnya. Konsep kota nyaman untuk ditinggali ini dikenal dengan Livable City. Kota Manado merupakan salah satu kota yang pernah diteliti oleh Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) pada tahun 2009 dan hasilnya Kota Manado berada pada urutan kedua kota ternyaman di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi Kota Manado saat ini, sebagai kota layak huni (Livable City) berdasarkan kriteria Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) serta menganalisis kriteria yang berpengaruh pada penetuan kondisi kenyamanan Kota Manado saat ini. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisis deskriptif statistik. Maka diperoleh hasil yang menunjukan bahwa kondisi Kota Manado sekarang mengalami penurunan tingkat kenyamanan kota, hal ini diketahui bahwa bertambahnya kriteria tidak nyaman dari 8 kriteria di tahun 2009 menjadi 14 kriteria saat ini. Kriteria yang berpengaruh pada penentuan kondisi kenyamanan kota adalah kualitas penataan kota, karena terjadi penurunan jumlah ruang terbuka hijau di perkotaan; penurunan kualitas lingkungan yang berdampak pada kondisi dan kebersihan lingkungan kota; meningkatnya intensitas kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan. Kata Kunci : Livable City, IAP, Kriteria, Kenyamanan, Kota Manado
PENDAHULUAN Sebuah kota yang baik haruslah memberikan kenyamanan bagi penduduk yang tinggal di dalamnya. Konsep kota yang nyaman untuk ditinggali ini dikenal dengan konsep Livable City. Livable City merupakan sebuah definisi yang menggambarkan sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk beraktivitas yang dilihat dari berbagai aspek baik aspek fisik (fasilitas, transportasi, prasarana dan sarana) maupun aspek non-fisik (sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan). Dalam mengkaji tingkat kenyamanan kota-kota besar di Indonesia, IAP (Ikatan Ahli Perencanaan) telah meneliti sejumlah kota di Indonesia pada tahun 2009 dan menetapkan tingkat kenyamanan kota-kota tersebut. Kota Manado juga merupakan salah satu kota yang diteliti dan hasilnya Kota Manado berada pada urutan kedua kota ternyaman di Indonesia. Dan sampai saat ini masih belum diketahui apakah Kota Manado masih termasuk kota layak huni (Livable City). Untuk mengetahui tingkat kenyamanan kota layak huni (Livable City) di Kota Manado saat ini perlu dilakukan suatu penelitian yang meliputi 25 kriteria yang ditetapkan oleh IAP (Ikatan Ahli Perencanaan).Pentingnya makna kota layak huni (Livable City) bagi manusia karena merupakan pelayanan yang mendasar dari pemerintah kota yang harus diberikan untuk sebuah kota, maka perlu ditinjau sejauh mana kriteria yang disebutkan diatas. KAJIAN TEORI Pengertian Kota
Menurut Bintarto, 1987 kota dalam tinjauan geografi adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar, dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah di belakangnya.Dalam perkembangannya, konsep-konsep kota paling tidak dapat dilihat dari 4 sudut pandang, yaitu segi fisik, administratif, sosial dan fungsional. Kota dalam tinjauan fisik atau morfologi menekankan pada bentuk-bentuk kenampakan fisikal dari lingkungan kota. Smailes (1955) dalam Yunus (1994) memperkenalkan 3 unsur morfologi kota yaitu penggunaan lahan, pola-pola jalan dan tipe atau karakteristik bangunan.
Livable City
Kota layak huni atau Livable City adalah dimana masyarakat dapat hidup dengan nyaman dan tenang dalam suatu kota. Menurut Hahlweg (1997), kota yang layak huni adalah kota yang dapat menampung seluruh kegiatan masyarakat kota dan aman bagi seluruh masyarakat. Menurut Evan (2002), konsep Livable City digunakan untuk mewujudkan bahwa gagasan pembangunan sebagai peningkatan dalam kualitas hidup membutuhkan fisik maupun habitat sosial untuk realisasinya.
Dalam mewujudkan kota yang layak huni atau Livable City harus mempunyai prinsip-prinsip dasar. Prinsip dasar ini harus dimiliki oleh kota-kota yang ingin menjadikan kotanya sebagai kota layak huni dan nyaman bagi masyarakat kota. Menurut Lennard (1997), prinsip dasar untuk Livable City adalah tersediannya berbagai kebutuhan dasar masyarakat, fasilitas umum dan sosial, ruang dan tempat publik, aman, mendukung fungsi ekonomi, sosial, dan budaya, serta sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik. Menurut Douglass (2002), dalam Livable City dapat dikatakan bertumpu pada 4 (empat) pilar, yaitu: (1) meningkatkan sistem kesempatan hidup untuk kesejahteraan masyarakat, (2) penyediaan lapangan pekerjaan, (3) lingkungan yang aman dan bersih untuk kesehatan, kesejahteraandan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi, dan (4) good governence.
METODOLOGI
Metode penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan teknik analisis kuantitatif karena dalam pelaksana meliputi data statistik yang diperoleh dari responden. Hasil dari pembagian kuesioner diolah menggunakan perangkat lunak berupa Microsoft Excel untuk mengetahui frekuensi dan persentasenya. Kemudian hasil penelitian akan di analisis menggunakan analisis statistik deskriptif.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kota Manado dengan luas wilayah daratan adalah 15.726 hektar. Kota Manado terdiri dari 11 kecamatan terdiri dari: Malalayang, Sario, Wanea,Wenang, Tikala, Mapanget, Singkil, Tuminting, Bunaken, Paal Dua, dan Bunaken Kepulauan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis 25 kriteria Kota Manado sebagai Kota layak huni (Livable City)secara rinci diuraikan sebagai berikut.
Informasi Pelayanan Publik
Informasi Pelayanan Publik penulis melakukan analisis terhadap penyebaran Sign System (tanda) di ruang publik Kota Manado tahun 2014, adapun informasi pelayanan publik yang di analisis adalah papan reklame, papan penunjuk arah dan papan informasi.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden diketahui nilai jawaban tertinggi
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Sumber : RTRW Kota Manado 2010-2030
Gambar 2. Peta Sebaran Papan Reklame
Sumber : Penulis, 2015
Gambar 3. Peta Sebaran Papan Penunjuk Arah
Sumber : Penulis, 2015
Gambar 4. Peta Sebaran Papan Informasi
Sumber : Penulis, 2015
HASIL PENELITIAN
sebesar 42% yang menjawab setuju dan 35% yang menjawab kurang setuju, hal ini menjelaskan bahwa persepsi responden terhadap kriteria informasi pelayanan publik sudah baik dikarenakan informasi pelayanan publik di Kota Manado dinilai berfungsi dengan baik dan berperan penting bagi publik. Interaksi Antar Hubungan Penduduk Interaksi Hubungan Penduduk dalam hal ini terhadap Kerukunan antar umat beragama perlu dilakukan untuk mengungkap hal pemeliharaan kedamaian oleh masyarakat Kota Manado kedepannya. Berdasarkan hasil kuesioner persepsi respondendiketahuinilaipersentasetertinggisebesar 69% yang menjawabsangatsetujudan 31% yang menjawabsetuju, hal ini menjelaskan bahwa persepsi responden terhadap kriteria interaksi antarhubungan penduduk sudah baik.
Tingkat Kriminalitas
Tingkat kriminalitas difokuskan pada Tawuran Antar Kampung (Tarkam), Pembunuhan dan Pencurian, karena tingkat kriminalitas yang paling menonjol di tahun 2014 dan memiliki banyak kasus permasalahan. Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden diketahui nilai persentase tertinggi sebesar 42% yang menjawab sangat tidak setuju dan 35% yang menjawab kurang setuju, hal ini menjelaskan bahwa persepsi responden terhadap kriteria tingkat kriminalitas di Kota Manado sangat tinggi dikarenakan rendahnya tingkat kenyamanan. Tingkat Aksesibilitas Tempat Kerja
Tingkat aksesibilitas tempat kerja di Kota Manado dibagi setiap zona aksesibilitas yaitu dari zona asal (zona pembangkit) ke zona tujuan (zona penarik) begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden diketahui nilai persentase tertinggi sebesar 48% yang menjawab kurang setuju dan 23% yang menjawab setuju, hal ini menjelaskan bahwa persepsi responden terhadap kriteria tingkat aksesibilitas tempat kerja di Kota Manado masih kurang memudahkan aktivitas para pekerja yang berdampak pada tingkat aksesibilitas. Kualitas Jaringan Telekomunikasi Kualitas Jaringan Telekomunikasi di Kota Manado dilakukan dengan mengetahui Kualitas Jaringan Telekomunikasi dalam hal ini Jumlah dan Jenis Tower seperti Tower Seluler, Tower TV, dan Tower Radio. Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden diketahui nilai persentase tertinggi sebesar 50% yang menjawab setuju dan 25% yang menjawab kurang setuju, hal ini menjelaskan bahwa persepsi responden terhadap kriteria kualitas jaringan telekomunikasi di Kota Manado cukup baik dikarenakan Kota Manado memiliki BTS (Base Telekomunikasi Sistem) yang merata.
Kualitas Air Bersih
Kualitas Air Bersih di Kota Manado dilakukan untuk menganalisis kualitas air sungai Tondano, Malalayang, dan Sario. Ketiga sungai tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama satu dengan yang lainnya, dimana daya tampung beban pencemaran untuk parameter pemantauan pada umumnya masih tergolong baik. Akan tetapi kemampuan air sungai untuk mereduksi kosentrasi limbah pencemar dari penduduk pinggiran sungai mengalami penurunan yang cukup signifikan, dimana debit air sungai mengalami penurunan sehingga kosentrasi limbah yang dibuang terakumulasi dan air sungai tidak dapat lagi menguraikan secara alami.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi respondendiketahuinilaipersentasetertinggisebesar 48% yang menjawabtidaksetujudan 29% yang menjawabkurangsetuju, hal inimenjelaskanbahwapersepsirespondenterhadapkriteriakualitasfasilitas air bersih di Kota Manado belumbaikkualitasnya.
Ketersediaan Air Bersih
Ketersediaan air bersih di Kota Manado dilakukan dengan mengetahui ketersediaan IPA di wilayah pelayanan dan cakupan air bersih di Kota Manado.Ada 8 Instalasipengelolaan air (IPA) yang mewakilisetiapwilayahkecamatan di Kota Manado dansemuanyasudahterbilangcukupmeratauntukpenempatan IPA di setiapwilayahkecamatan. Adapun cakupan air bersih di Kota Manado tahun 2014 adalah 35% dengan total jumlah sambungan 24.513 unit.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden diketahui nilai persentase tertinggi sebesar 40% yang menjawab tidak setuju dan 23% yang menjawab sangat tidak setuju, hal ini menjelaskan bahwa persepsi responden terhadap kriteria ketersediaan fasilitas air bersih di Kota Manado masih belum terpenuhi.
Ketersediaan Fasilitas Pendidikan
Ketersediaan fasilitas pendidikan di Kota Manado dilakukan dengan mengetahui jumlah fasilitas pendidikan, seperti TK,SD,SLTP,SMA dan perguruan tinggi.Jumlah fasilitas pendidikan yang ada di Kota Manado adalah 625 bangunan fasilitas pendidikan. Kota Manado telah tercatat bahwa ada 178 Bangunan taman kanak-kanak, 225 bangunan sekolah dasar, 94 bangunan SLTP, 64 banguanan SMA, dan 34 Bagunan perguruan tinggi.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden diketahui nilai persentase tertinggi sebesar 54% yang menjawab setuju dan 25% yang menjawab kurang setuju, hal ini menjelaskan bahwa persepsi responden terhadap kriteria ketersediaan fasilitas pendidikan di Kota Manado sudah cukup baik dikarenakan fasilitas pendidikan seperti SD,SMP,SMA dan Perguruan Tinggi cukup terpenuhi di Kota Manado.
Kualitas Fasilitas Pendidikan
Kualitas fasilitas pendidikan di Kota Manado dilakukan dengan mengetahui jumlah sekolah, gedung, kelas dan guru. Pada tingkat SD dan SMA, banyaknya gedung, kelas dan guru di dominasi oleh kecamatan Wenang dan Wanea, kemudian diikuti oleh kecamatan Malalayang.Dan capaian terendahGuru terdapat di kecamatan Bunaken Kepulauan. Sedangkan pada tingkat SLTP, banyaknya gedung, kelasdan guru di dominasiolehkecamatanWenangdanWanea, kemudiandiikutiolehkecamatanPaalDua. Dan capaian terendah terdapat di kecamatan Bunaken Kepulauan.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahui nilai persentase tertinggi sebesar 56% yang menjawab setuju dan 39% yang menjawab kurang setuju, hal ini menjelaskan bahwa persepsi responden terhadap kriteria kualitas fasilitas pendidikan di Kota Manado masih cukup baik kualitasnya dikarenakan guru, murid dan gedung pembelajaran cukup terpenuhi.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahuinilaipersentasetertinggisebesar 46% yang menjawabsetujudan 37% yang menjawabkurangsetuju, hal inimenjelaskanbahwapersepsirespondenterhadapkriteriaketersediaanfasilitaskesehatan di Kota Manado sudahcukupmeratasepertirumahsakit, puskesmas, dandokterpraktek. Kualitas Fasilitas Kesehatan Sebagai ujung tombak pembangunan, kesehatan merupakan suatu pilar yang harus diletakkan sebagai dasar yang kokoh, sekalipun berbagai hasil telah banyak dicapai oleh Kota Manado dalam bidang kesehatan, namun dalam pelaksanaannya penanganan kesehatan perlu untuk diperhatikan terlebih peningkatan akses terhadap fasilitas kesehatan yang berkualitas bagi masyarakat miskin. Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahui nilai persentase tertinggi sebesar 73% yang menjawab tidak setuju dan 19% yang menjawab kurang setuju, hal ini menjelaskan bahwa persepsi responden terhadap kriteria kualitas fasilitas kesehatan di Kota Manado kualitasnya belum baik dikarenakan masih banyak peningkatkan penyakit menular, kualitas pelayanan kesehatan belum merata. Kondisi Jalan Jalan Kota dibagi ke dalam 4 kategori jalan menurut kondisi yaitu baik, sedang, rusak ringan dan rusak berat. Selanjutnya dapat dilihat pada gambar berikut.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahuinilaipersentasetertinggisebesar 60% yang menjawabsetujudan 23% yang menjawabtidaksetuju, hal inimenjelaskanbahwapersepsirespondenterhadapkriteriakondisijalan di Kota Manado baikdanterawatsehinggamemudahkanmobilitaspendudukdanmemperlancarhubungantransportasi. Kualitas Angkutan Umum Kualitas angkutan umum di Kota Manado dilakukan dengan mengetahui kondisi angkutan umum dan informasi jelas tentang trayek.Angkutan umum dalam Kota Manado terdiri dari 4 basis yaitu, basis Malalayang, basis Paal Dua, basis Tuminting, dan Basis Karombasan.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahuinilaipersentasetertinggisebesar 54% yang menjawabsetujudan 31% yang menjawabkurangsetuju, hal inimenjelaskanbahwapersepsirespondenterhadapkualitasangkutanumum di Kota Manado cukupbaikdanterawat. Ketersediaan Angkutan Umum Ketersediaan angkutan umum di Kota Manado dilakukan dengan mengetahui jumlah angkutan umum luar kota dan dalam kota setiap terminal atau basis.Di Kota Manado angkutan umum terdapat terbagi menjadi 3 yaitu: bus, mikro dan taksi.
Gambar 11. Peta Kondisi Jalan
Sumber : Penulis, 2015
Gambar 12. Peta Kondisi Angkutan Umum
Sumber : Penulis, 2015
Gambar 13. Peta Jumlah Angkutan Umum Luar Kota
Sumber : Penulis, 2015
136
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahui nilai persentase tertinggi sebesar 65% yang menjawab setuju dan 23% yang menjawab sangat setuju setuju, hal ini menjelaskan bahwa persepsi responden terhadap kriteria ketersediaan angkutan umum di Kota Manado sebagian besar sudah terpenuhi dikarenakan disetiap terminal atau basis tersedia untuk angkutan umum.
Tingkat Pencemaran Lingkungan
Tingkat pencemaran lingkungan di Kota Manado dilakukan dengan mengetahui kondisi pantai, kondisi sungai dan kondisi udara.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahuinilaipersentasetertinggisebesar 42% yang menjawabsangattidaksetujudan 23% yang menjawabkurangsetuju, hal inimenjelaskanbahwapersepsirespondenterhadapkriteriatingkatpencemaranlingkungan di Kota Manado cukuptinggi dikarenakankondisisungaidanpantaicukuptercemar.
Kualitas Kebersihan Lingkungan
Kebersihanlingkungam di Kota Manado inidilakukanuntukmengetahuipenanganansampahdankondisidrainase.Penanganan sampah sudah terbilang cukup baik namum masih banyak timbulan sampah di beberapa titik seperti Ring Road, Pasar Bersehati, Bandara, dan sampah di lingkungan kelurahan.Sedangkan kondisi drainase bisa dikatan relatif baik, dari keseluruhan kondisi drainase 47% dalam kondisi baik, 32% kondisi sedang dan 21% kondisi rusak. Meskipun kondisi drainase Kota Manado sudah cukup baik tapi masih banyak terdapat genangan air di beberapa titik.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahuinilaipersentasetertinggisebesar 50% yang menjawabtidaksetujudan 27% yang menjawabkurangsetuju, hal inimenjelaskanbahwapersepsirespondenterhadapkriteriakualitaskebersihanlingkungan di Kota Manado sepertipenanganansampahbelummaksimaldankondisidrainase yang kurangbaik.
Jumlah Ruang Terbuka
Jumlah ruang terbuka di Kota Manado ini dilakukan untuk mengetahui jumlah ketersediaan ruang terbuka. Jumlah Ruang Terbuka di Kota Manado adalah Lahan RTH aktual di Kota Manado diidentifikasi seluas ±12.549,44 ha sedangkan yang tidak bervegetasi seluas ±3.967,54 ha. Kecamatan Sario merupakan daerah yang memiliki kawasan RTH paling sedikit, kemudian disusul oleh Kecamatan Wenang dan Kecamatan Tuminting.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahuinilaipersentasetertinggisebesar 42% yang menjawabtidaksetujudan 33% yang menjawabkurangsetuju, hal inimenjelaskanbahwapersepsirespondenterhadapkriteriajumlahruangterbukasepertiRuang
Gambar 14. Peta Kondisi Pantai
Sumber : Penulis, 2015
Gambar 15. Peta Kondisi Sungai Tondano
Sumber : Penulis, 2015
Gambar 16. Peta Sebaran Genangan Air
Sumber : Penulis, 2015
Gambar 17. Peta Sebaran RTH
Sumber : Penulis, 2015
HASIL PENELITIAN
137
Terbuka Hijau (RTH) belummemenuhistandar 30%. Perlindungan Bangunan Bersejarah Perlindungan bangunan bersejarah di Kota Manado ini dilakukan untuk mengetahui jumlah ketersediaan gedung bersejarah yang masih ada dan bangunan bersejarah yang sudah berpindah fungsi.Dalam Undang-Undang nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan jelas dicantumkan hukum pidana bagi pelaku/perusak situs peninggalan sejarah atau situs peninggalan budaya di Indonesia. Demikian juga dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1992 yang mengatur tentang benda cagar budaya.Kelemahan yang ada bahwa Kota Manado adalah belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) ataupun Peraturan Wali Kota Manado yang mengatur secara khusus tentang perlindungan terhadap cagar budaya atau larangan mengganggu/merusak situs peninggalan sejarah yang notabene banyak terdapat di Kota Manado. Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahuinilaipersentasetertinggisebesar 42% yang menjawabsangattidaksetujudan 29% yang menjawabtidaksetujudansangattidaksetuju, hal inimenjelaskanbahwapersepsirespondenterhadapkriteriaperlindunganbangunanbersejarah di Kota Manado sepertitidakadanyaperawatandanperlindunganuntukbangunanbersejarah. Ketersediaan Fasilitas Rekreasi Ketersediaan fasilitas rekreasi di Kota Manado ini dilakukan untuk mengetahui jumlah ketersediaan rekreasi alam dan rekreasi buatan. Ketersediaan rekreasi alam berupa Air Terjun yang berlokasi di Kima Atas Kecamatan Mapanget dan Gunung Tumpa yang berlokasi di Kelurahan Tongkaina Kecamatan Bunaken. Ada ketersediaan rekreasi buatan diantaranya Pasar 45 dan TKB, Boulevard Manado, dan Kuliner Pantai Malalayang.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahuinilaipersentasetertinggisebesar 52% yang menjawabtidaksetujudan 25% yang menjawabsangattidaksetuju, hal inimenjelaskanbahwapersepsirespondenterhadapkriteriaketersediaanfasilitasrekreasi di Kota Manado masihkurangtersedia. Kualitas Fasilitas Rekreasi Kualitas Fasilitas Rekreasi di kota Manado ini dilakukan untuk mengetahui jumlah fasilitas rekreasi yang tersedia dan kondisi fasilitas rekreasi.Kualitas fasilitas rekreasi di Kota Manado seperti rekreasi alam bisa dibilang untuk fasilitas umum belum lengkap namum untuk ke tempat rekreasi alam sudah bisa di akses dengan mudah. Untuk rekreasi buatan masih banyak fasilitas umum yang di perlukan seperti ketersediaan lahan parkir, tempat sampah dan WC umum, terlebih untuk sarana olahraga belum mempunyai fasilitas pendukung di setiap kecamatan. Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahuinilaipersentasetertinggisebesar 37% yang menjawabsangattidaksetujudan 36% yang menjawabtidaksetuju, hal inimenjelaskanbahwapersepsirespondenterhadapkriteriakualitasfasilitasrekreasi di Kota Manado kurangbaikkondisinyadanmasihbanyakmemerlukanfasilitasumumsepertitempatsampahdan WC umum. Ketersediaan Energi Listrik Ketersediaan fasilitas listrik di Kota Manado bukan hanya sebagai alat penerangan tapi merupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat dan juga bermanfaaat untuk menggerakan mesin-mesin secara mekanis yang akan mempercepat proses produksi dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan. Capaian cakupan ketersediaan energi listrik di Kota Manado tahun 2014 adalah 83% dengan Total data Konsumen atau Pelanggan 350.116 Jiwa. Dan jumlah daya terpasang di Kota manado adalah 536.659.490 volt ampere, hal ini menandakan bahwa ketersediaan energi listrik di Kota Manado hampir semuanya merata. Adapun yang belum terlayani hanya 17% dari keseluruhan penduduk di Kota Manado.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahuinilaipersentasetertinggisebesar 58% yang menjawabsangatsetujudan 23% yang menjawabsetuju, hal inimenjelaskanbahwapersepsirespondenterhadap
138
kriteriaketersediaanenergilistrik di Kota Manado hampirsebagianbesarsudahterpenuhi.
Ketersediaan Lapangan Kerja
Ketersediaan lapangan kerja di Kota Manado dilakukan dengan mengetahui banyaknya tingkat pengangguran dan ketersediaan lapangan kerja.Tingkat ketersediaan tempat kerja tahun 2014 masih terbilang sangat sedikit yaitu 4.656 lapangan kerja. Berbanding terbalik dengan angka pengangguran tahun 2014 yang terbilang masih sangat tinggi yaitu dengan jumlah 17.300 Jiwa.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahuinilaipersentasetertinggisebesar 42% yang menjawabtidaksetujudan 31% yang menjawabsetuju, hal inimenjelaskanbahwapersepsirespondenterhadapkriteriaketersediaanlapangankerja di Kota Manado masihkurangsehinggatingginyaangkapengangguran.
Kualitas Fasilitas Pejalan Kaki
Kualitas fasilitas pejalan kaki di Kota Manado dilakukan dengan mengetahui kondisi pedestrian di JalanArteri dan Kolektor di Kota Manado. Semua Jalan Arteri dan Kolektor di Kota Manado memiliki Pedestrian, namun dari segi kondisi pedestrian ada 7 pedestrian yang dikategorikan baik yaitu Jalan Pieree Tendean, Jalan Samratulangi II, Jalan Martadinata, Jalan Yoes Soedarso, Jalan A.A Maramis, Jalan 17 Agustus, dan Jalan Hassanudin, dan dengan kondisinya sedang ada 3 Pedestrian yaitu Jalan Sudirman, Jalan Sarapung, Jalan Bethesda, Adapun Jalur Pedestrian yang Kondisinya Rusak ada 3 yaitu Jalan RW. Monginsidi, Jalan Samratulangi I, dan Jalan Kompleks Pasar 45 dan Calaca.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahuinilaipersentasetertinggisebesar 69% yang menjawabkurangsetujudan 21% yang menjawabtidaksetuju, hal inimenjelaskanbahwapersepsirespondenterhadapkriteriakualitasfasilitaspejalan kaki di Kota Manado sepertikondisi pedestrian cukupbaikdannyaman.
Ketersediaan Kaum Difabel
Untuk fasilitas kaum difabel kota manado bisa dibilang sangat sedikit dikarenakan tidak adanya perencanaan khusus tentang kebutuhan sirkulasi gerak, sarana, pra sarana fasilitas kaum difabel. Adanya Fasilitas di kota manado untuk kaum difabel seperti Sekolah Luar Biasa (SLB) dan panti untuk penyandang cacat masih sangat sedikit untuk penyebaran di setiap kecamatan.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahuinilaipersentasetertinggisebesar 42% yang menjawabtidaksetujudan 39% yang menjawabsangattidaksetuju, hal inimenjelaskanbahwapersepsirespondenterhadapkriteriaketersediaanfasilitaskaumdifabel di Kota Manado masihsangatkuranguntukfasilitaskaumdifabel.
Kualitas Penataan Kota
Proses pembangunan yang dilaksanakan di Kota Manado selama ini, di samping telah mencapai berbagai kemajuan di segala bidang, tidak dapat dipungkiri masih menyisakan permasalahan yang justru bersifat kontra-produktif dalam upaya perwujudan ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
Berdasarkan hasil kuesioner persepsi responden dapat diketahuinilaipersentasetertinggisebesar 46% yang menjawabsangattidaksetujudan 37% yang menjawabtidaksetuju, hal inimenjelaskanbahwapersepsirespondenterhadapkriteriakualitaspenataankota di Kota Manado seperti ahli fungsi lahan tidak terkendali, meningkatnya intensitas kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan, Semakin menurunnya ruang terbuka hijau terutama di kawasan perkotaan yang berakibat pada penurunankualitaspenataankota.
KESIMPULAN
1. Tingkat kenyamanan untuk Kota layak huni (Livable City) di Kota Manado masih jauh dari kata nyaman, halinidiketahui bahwabertambahnyakriteriatidaknyamandari 8 kriteria di tahun 2009 menjadi 14 kriteriatidaknyamanuntukkondisi Kota Manado saatini. berikut 14
HASIL PENELITIAN
139
kriteriatidaknyamansaatiniadalah tingkat kriminalitas,tingkataksesibilitastempatkerja,ketersediaan fasilitas kaum difabel, ketersediaan lapangan kerja, kualitasfasilitas air bersih, ketersediaanfasilitas air bersih,kualitas fasilitas rekreasi, ketersediaan fasilitas rekreasi,kualitas fasilitas kesehatan,tingkat pencemaran lingkungan, kualitaskebersihan lingkungan,jumlah ruang terbuka, perlindungan bangunan bersejarah, dan kualitas penataan kota.
2. Kriteria yang berpengaruhpadapenetuankondisi Kota Manado saatiniadalahKualitasPenataan Kota, Berbagai isu strategis yang berpengaruhpadakualitaspenataankota seperti:menurunnyajumlahruangterbukahijau di perkotaan, semakinmenurunkualitaslingkungan yang berdampakpadakondisidankebersihanlingkunganperkotaan,danmeningkatnya intensitas kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan yang berdampakpadasistemtransportasi.
DAFTAR PUSTAKA Anonimous. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Manado. Anonimous. 2001. PP No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air .Anonimous. 2007. PP No. 38 Tahun 2007 pasal 6 ayat 2 tentang urusan pemerintah daerah Anonimous. 2009. UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Bintarto,1987.Pola Kota danPermasalahannya. Yogyakarta: FakultasGeografi UGM. Deny Silomba. 2012. Mengungkap Perubahan Arsitektur dan fungsi kawasan kota lama Manado sejak abad 16 hingga tahun 2012, Arsitektur Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi. Deni Sumakto, Hetyorini. 2013. Analisis Peningkatan Fungsi Bangunan Umum Melalui Desain Accessibillty. Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas 17 Agustus 1945 Semarang.
Douglass Mike.2002. From global intercity competition to cooperation for livable cities and economic resilience in Pacific Asia. Environment and Urbanization 2002 14: 53. Erwin Hardika Putra. 2012. Analisis Kebutuhan Ruanag Terbuka Hijau Berdasarkan pendekatan kebutuhan oksigen menggunakan Citra Satelit EO-1 ALI (Earth Observer-1 Advanced Land Imager) di Kota Manado. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tondano. Evans, Peter. 2002. Livable Cities? The Politics of Urban Livelihood andSustainability.University of California Press, Berkeley. Hahlweg, D. 1997. “The City as a Family” In Lennard, S. H., S von Ungern Sternberg, H. L. Lennard, eds. Making Cities Livable. International Making Cities Livable Conferences. California, USA: Gondolier Press. Joga, Nirwono. 2011. RTH 30% Resolusi (Kota) Hijau. Penerbit PT. Gramedia pustaka utama, Jakarta. Jouke J. Lasut.2010. Kerukunan Antar Umat Beragama dan Budaya di Kota Manado. Studi Keberhasilan Komunikasi Lintas Budaya. Jumat Logos Spectum, SSN1902-316X, Vol. V Nomor 3, Juti_September 2010. Karningsi.2012. Analisis Penciptaan Lapangan Kerja di Kota Semarang. Staf Pengajar Fakultas ilmu social dan ilmu politik Universitas 17 Agustus 1945 Semarang. Serat Acitya Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang. Khadiyanto, Parfi. 2005. Tata Ruang Berbasis pada Kesesuaian Lahan. Penerbit Badan Penerbit Undip, Semarang Lennard,1997. Making Cities Livable. International Making Cities Nugraha, Riant. 2013. Metode Penelitian Kebijakan. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Prasetyo dan Muttaqin. 2009. Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia. Masa Depan Kota Metropolitan di Indonesia. Symposium Nasional Balitbang Indonesia Most Livable City Index. Medan, Indonesia.
140
Rachmat Prijadi. 2014. Pengaruh Permukaan Jalur Pedestria Terhadap Kepuasaan & Kenyamanan Pejalan Kaki Di Pusat Kota Manado. Prodi Magister Arsitektur Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi. Media Matrasain Volume 11, No.1, Mei 2014
Retno Tri Nalarsi. 2007. Analisis Ketersediaaan dan Pemenuhan Infrastruktur di Kawasan Bisnis Beteng Surakarta. Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro Semarang
Widi Astuti. 2014. Analisis Tingkat Kriminalitas di Kota Semarang dengan pendekatan ekonomi tahun 2010-2012, Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
Wina, Anjar, & Rakhmi. 2013. Persepsi Mahasiswa terhadap Kriteria Kota Impian, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung
Yunus, Hadi Sabari, 2000. Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta: PustakaPelajar.
Selasa, 29 Desember 2015
Abstrak
Tujuan penelitian ini mengkaji ketercapaian konsep kota nyaman/layak huni (liveable city) di Kota Balikpapan. Metoda analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan pendekatan analisis data kuantitatif dan kualitatif (pendekatan campuran/mix approach). Analisis kuantitatif pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Importance Performance Analysis dan analisis kualitatif pada penelitian ini dilakukan dengan metoda content analysis (analisis isi). Pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan mencapai 30 (tiga puluh) indikator atau sebesar 71,43% dari 42 indikator konsep liveable city dengan rincian untuk distribusi masing masing indikator secara berurutan: aspek fisik 10 (sepuluh) indikator, aspek lingkungan manusia 9 (sembilan), aspek lingkungan alam 7 (tujuh) indikator dan aspek ekonomi 4 (empat) indikator. Secara keseluruhan untuk hasil analisis aspek manajemen pengembangan kota di Kota Balikpapan sudah berjalan dengan baik. Kemudian untuk aspek komunikasi yang dianggap aspek penting maka perlu diketahui komponen audit komunikasi yang berjalan di Kota Balikpapan, hasilnya komponen audit komunikasi sebagian besar dipersepsikan sangat baik hal ini terbukti dari berbagai penghargaan yang diperoleh Kota Balikpapan sebagai akibat dari komunikasi antara stakeholder di Kota Balikpapan yang baik. Faktor kepemimpinan, komitmen dan political will serta aspek koordinasi dan komunikasi merupakan faktor kunci yang mendorong pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan. Pada dasarnya pengembangan liveable city Kota Balikpapan memang belum bisa sepenuhnya tercapai karena dalam mencapai liveability yang ideal membutuhkan sebuah proses yang panjang. Walaupun demikian, pengembangan liveable city di Kota Balikpapan bisa dijadikan lesson learn dan model pengembangan kota layak/nyaman huni bagi kota/kabupaten lain yang ingin mengembangkan liveable city serupa.
Kata-kunci: indikator, Ketercapaian, liveable city, manajemen, pengembangan
Pendahuluan
Kota nyaman/layak huni (liveable city) menggambarkan sebuah kota dengan lingkungan dan atmosfer yang nyaman untuk ditinggali dan bekerja yang dilihat dari berbagai aspek, baik itu fisik maupun non fisik, pinsipnya adalah ketersediaan kebutuhan dasar, fasilitas publik, ruang terbuka untuk interaksi sosial, keamanan, dukungan fungsi ekonomi sosial, dan sanitasi. Livability adalah nilai tertinggi dari new urbanism dengan fokus managemen konflik pertumbuhan dengan mengintegrasikan nilai livability dan ekonomi melalui desain urban. Selama kurun waktu 5 (lima) tahun Balikpapan telah menetapkan visi sebagai kota nyaman/layak huni (liveable city) yang termuat dalam RPJMD Tahun 2011-2016 (Perda No.8 Tahun 2011). Kota Balikpapan, yang berkembang pesat, berada di tengah jaringan transportasi Trans Kalimantan dan Trans Nasional dan posisinya strategis baik internal maupun eksternal. Tahun 2014 laju pertumbuhan ekonomi Kota Balikpapan di atas rata-rata nasional sebesar 6,02%. Pertumbuhan penduduk juga cukup tinggi mencapai 5,01% dari tahun 2013-2014. Berdasarkan survei Indonesian Most Liveable City Index 2014 yang dilakukan Ikatan Ahli Perencana Indonesia yang merupakan “snapshot” sederhana berdasarkan persepsi warga sebagai penerima manfaat pembangunan kota, kota Balikpapan tampil
Kajian Ketercapaian Kota Layak Huni (Liveable City) Kota Balikpapan sebagai kota paling nyaman dan layak huni di Indonesia dengan nilai di atas rerata secara nasional. Kota Balikpapan sudah seharusnya dapat menyediakan keadaan lingkungan yang mendukung aktivitas penduduknya sehari-hari agar kebutuhan kenyamanan penduduk dapat terpenuhi yang ditopang oleh manajemen kota yang baik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji ketercapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan.
Sasaran dari penelitian ini adalah:
1. Teridentifikasinya ketercapaian konsep Liveable City di Kota Balikpapan.
2. Terpetakannya manajemen pengembangan kota di Kota Balikpapan.
3. Terumuskannya keterkaitan antara konsep liveable city dengan manajemen pengembangan kota di Kota Balikpapan.
Tinjauan Pustaka
Konsep livability yang diadaptasi oleh Berke et al (2006) dari Goldschalk (2004) dalam Urban Land Use Planning (5th Ed) adalah livability merupakan nilai tertinggi dari new urbanism dengan fokus managemen konflik pertumbuhan dengan mengintegrasikan nilai livability dan ekonomi melalui desain urban.
Hal yang akan dibahas dalam konsep liveable city dan manajemen pengelolaanya adalah mengenai aspek layak huni dan mekanisme pengembangannya yang indikatornya diambil dari beberapa kajian literatur. Justifikasi ketercapaian liveable city mengacu pada kajian yang dilakukan Bigio dan Dahiya (2004), Vliet (2008), Yang Song (2012), Hai-Yan (2012), Khee Giap Tan et al (2012), Ikatan Ahli Perencanaan (2014), CLC Singapore (2014) dan Lowe et al (2013). Sementara itu untuk kriteria manajemen pengembangan liveable city mengacu pada kajian yang dilakukan Edward III dan Gorge CM. (1980), Parkinson (1990), Goggin dan Malcolm L et al (1990), Devas dan Rakodi (1993), Baccus (2001), Hargie dan Tourish (2003), Jeffres (2010), Pathak (2008) dan UNESCAP (2009).
Metodologi
Metoda analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif (pendekatan campuran/mixed approach). Analisis kuantitatif pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Importance Performance Analysis dan analisis kualitatif pada penelitian ini dilakukan dengan metoda content analysis (analisis isi). Penelitian bersifat eksploratif, yaitu dengan mengacu pada pengumpulan data melalui data sekunder, penelitian lapangan, observasi dan wawancara responden.
Berdasarkan justifikasi variabel liveable city dari berbagai literatur maka diperoleh faktor/ indikator/sub indikator dan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini. Namun, karena tidak tersedianya data dan kendala biaya, sejumlah besar indikator teoritis akan dikurangi menjadi satu set indikator praktis yang dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Gina Nawangwulan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 317
Tabel 1 Penentuan Faktor, Indikator dan Sub-indikator Liveable city
Faktor
Indikator
Sub-indikator +/-
Alat Ukur
Literatur/Sumber
Ekonomi
Tenaga Kerja dan Pendapatan
Produk Domestik Bruto (PDB)
Laju Pertumbuhan PDB
• Community Indicators Victoria. Data Framework. 2013
• Money Magazine. Best Places to Live: Compare Cities. 2011
Tingkat Pengangguran
Orang yang Menganggur yang Dinyatakan Sebagai Persentase Dari Angkatan Kerja
Tingkat Lapangan Kerja
Orang Yang Bekerja, Dinyatakan Sebagai Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas
Prosepek Ketenagakerjaan ( Lapangan Kerja)
Persentase Perubahan Pertumbuhan Lapangan Kerja
Distribusi Pendapatan
Indeks Gini
Fisik
Pendidikan
Akses Ke Sekolah Dasar Milik Pemerintah
Jumlah Sekolah Dasar Negeri per 1000 Penduduk
• Community Indicators Victoria. Data Framework. 2013
• Money Magazine. Best Places to Live: Compare Cities. 2011
• Findlay, A., A. Morris, and R. Rogerson, 1988
Akses Ke Sekolah Dasar Milik Pemerintah
Jumlah Sekolah Menengah Negeri per 1000 Penduduk
Ratio Guru Murid di Sekolah
Ratio Guru Terhadap Murid pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Kedekatan Dengan Perguruan Tinggi dan Tempat Kursus / Pelatihan
Jumlah Perguruan Tinggi, Universitas, Sekolah Profesional Dalam Radius 30 Mil Dari Pusat Kota
Akses Ke Internet (Rumah)
Jumlah Masyarakat yang Dapat Mengakses Internet dan Jumlah Masyarakat yang Mengakses Internet Broadband
Transportasi
Korban Jiwa Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan
Jumlah Korban Jiwa Akibat Kecelakaan di Jalan Per 100.000 Penduduk
• Community Indicators Victoria. Data Framework. 2013
• Honey-Ray, L. and C. Enns, 2009
• Litman, T. and D. Burwell, 2006.
Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan
Jumlah Kecelakaan di Jalan Per 100.000 Penduduk
Rak Sepeda
Jumlah Rak Sepeda yang Dapat Diakses di Ruang Publik
Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas
Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas
( Korban Cacat dan Korban Jiwa) Per Kapita
Kesehatan
Tenaga Kesehatan per Jumlah Penduduk
Jumlah Tenaga Kesehatan per Jumlah Penduduk
• Findlay, A., A. Morris and R. Rogerson, 1988
• Community Indicators Victoria. Data Framework. 2013
• Design For Health, Health Impact Assessment: Threshold Analysis Workbook, 2008
Jarak Ke Pelayanan Kesehatan
Jarak Rata Rata Ke Pelayanan Kesehatan Terdekat (Km)
Tempat Tidur di Rumah Sakit
Jumlah Tempat Tidur di Rumah Sakit per Jumlah Penduduk
Jumlah Tenaga Kesehatan
Banyaknya Klinik Medis Terhadap Angka (Jumlah) Tenaga Medis Tiap 1000 Penduduk
Kedekatan dengan Fasilitas Kesehatan
Jumlah Fasilitas Kesehatan Dalam Radius 32 Km Dari Pusat Lingkungan
Perumahan
Kepadatan Penduduk
Kepadatan Penduduk, Diukur Dengan Tiap Orang Per Hektar
• Findlay, A., A. Morris, and R. Rogerson, 1988
• Cicerchia., 1999
• Li, F.Z., et al., 2008
Penggunaan Lahan Campuran
Keragaman Penggunaan Lahan (Kemerataan Sebaran Beberapa Jenis Penggunaan Lahan)
Keterjangkauan
Tarif Air Rata-Rata per Rumah Tangga
Rata-Rata Biaya Pemakaian Listrik Per Rumah Tangga
Lingkungan Alam
Udara
Kualitas Udara
Konsentrasi Ozon, Karbon Monoksida, Nitrogen Dioksida, Sulfur Dioksida dan Partikel Halus (PM10) di Udara
• Economist Intelligence Unit, Liveability ranking report, 2011
• Findlay, A., A. Morris, and R. Rogerson, 1988
• Community Indicators Victoria. Data framework. 2013
• Hashimoto, A. and M. Kodama, 1997.
Air
Kualitas Air
Kualitas Penyediaan Air
Sampah
Timbulan Sampah Rumah Tangga
Jumlah Sampah Non-Daur Ulang yang Dihasilkan Oleh Rumah Tangga
Penggunaan Listrik
Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Konsumsi Listrik Per Rumah Tangga Dalam Megawatt/Jam
Iklim
-
Suhu Rata-Rata Tahunan
Biodiversity
-
Kawasan Hutan (Luas Area Hutan Per Kapita)
Ruang Terbuka Hijau
Ketersediaan Areal Hijau
Total Areal Hijau Di Perkotaan
• Community Indicators Victoria. Data framework. 2013
Ratio Ketersediaan Areal Hijau Terhadap Luas Wilayah Perkotaan
KAJIAN KETERCAPAIAN KOTA LAYAK HUNI (LIVEABLE CITY) KOTA BALIKPAPAN
318 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2
Faktor
Indikator
Sub-indikator +/-
Alat Ukur
Literatur/Sumber
Ketersediaan Areal Hijau Menurut Unit Lingkungan dan Jenis Areal Jijau
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
• UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
• Li, F.Z., et al., 2008
Lingkungan Manusia
Kriminalitas
Tingkat Tindak Kekerasan Keluarga
Catatan Jumlah Tindak Kekerasan Keluarga Dalam 1 Tahun
• Community Indicators Victoria. Data framework. 2013
• Findlay, A., A. Morris, and R. Rogerson, 1988
• Australian Bureau of Statistics, Crime and safety, Australia, 2005
Tingkat Tindak Kejahatan Terhadap Barang Kepemilikan
Catatan Jumlah Tindak Kekerasan Terhadap Barang Kepemilikan Dalam 1 Tahun (Seperti Pembakaran, Kerusakan Properti, Pencurian, Penipuan, Penanganan Barang Curian Dan Pencurian)
Tingkat Tindak Kejahatan Terhadap Orang
Catatan Jumlah Tindak Kekerasan Terhadap Orang Dalam 1 Tahun (Seperti Pembunuhan, Pemerkosaan, Seks, Perampokan, Penganiayaan, Dan penculikan )
Tingkat Kejahatan
Catatan Jumlah Korban Penyerangan / Kekerasan Seksual / Perampokan Dalam 1 Tahun)
Kenyamanan dan Budaya
Ketersediaan Tempat Hiburan/Rekreasi
Rasio Bioskop / Teater Terhadap Jumlah Penduduk
Ratio Gedung Pertunjukan Seni, Musium dan Galeri Seni Terhadap Jumlah Penduduk
• Findlay, A., A. Morris, and R. Rogerson, 1988
Banyaknya Klub Sosial Terhadap Jumlah Penduduk
Ketersediaan Klub Olah Raga Terhadap Jumlah Penduduk
Fasilitas Berbelanja Makanan dan Barang Lokal Lainnya
Keterjangkauan Terhadap Toko Makanan Sehat
Jumlah Supermarket atau Toka Buah Dengan Radius Jarak 1600 Meter Dari Pusat Lingkungan
• Findlay, A., A. Morris, and R. Rogerson, 1988
Akses Terhadap Pasar/Hipermarket
Banyaknya Pasar dan Hipermarket Terhadap Jumlah Penduduk
Sumber: Hasil Sintesis dari berbagai sumber, 2015.
Berdasarkan justifikasi manajemen pengembangan kota nyaman/layak huni (liveable city) dari berbagai literatur maka diperoleh kriteria faktor sebagai berikut:
1. kepemimpinan;
2. kelembagaan (adanya instansi pengelola dan kewenangan secara formal);
3. sumber pembiayaan;
4. keterlibatan dan partisipasi stakeholder;
5. transparansi dan akuntabilitas;
6. koordinasi dan komunikasi;
7. komitmen dan political will;
8. ketersediaan sarana dan prasarana penunjang; dan
9. kerjasama dengan berbagai pihak.
Sementara itu untuk variabel manajemen audit komunikasi peneliti mengacu hasil studi Jeffres, (2010) Auditing Communication System to Help Urban Policy Makers yang diadopsi oleh Ridwan Sutriadi, Kota Komunikatif: Perspektif Perencana (2014), yang dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Gina Nawangwulan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 319
Tabel 2 Variabel Audit Komunikasi dalam Pencapaian Liveable city di Kota Balikpapan
No.
Communication Audit
Inventarisasi kelengkapan rincian sistem komunikasi
1.
Peran Media Masa Bagi Pembangunan Kota untuk mencapai visi liveable city
2.
Komunikasi Dengan Perantara Teknologi Yang Dapat Menunjang Layanan Kepada Masyarakat Kota.
3.
Bentuk Komunikasi Interpersonal Yang Membahas Tentang Isu Isu Publik
4.
Ketersediaan Tempat Publik Untuk Saling Berinteraksi Antar Warga Kota
5.
Kegiatan Publik Bernuansa Publik Tradisional
Mengintegrasikan warga kota ke dalam sistem dinamik yang menyeluruh
6.
Kelengkapan Dari Sistem Komunikasi Yang Dapat Mengintegrasikan Warga Kota
7.
Kelengkapan Dari Sistem Komunikasi Dalam Konteks Perbedaan Etnis, Ras, Sosial, ataupun Perbedaan Sosial Ekonomi Masyarakatnya Sebagai Bahan Untuk Tujuan Publik.
8.
Pemimpin Pemerintahan Termasuk Tokoh Masyarakat Terhubung Dengan Warga Kotanya Oleh Suatu Sistem Komunikasi Tertentu
9.
Kelengkapan Dari Sistem Komunikasi Dapat Mendukung Pengambilan Keputusan Secara Kolektif Serta Mendukung Dialog Antar Warga ataupun Publik.
Memungkinkan warga kota untuk terlibat dalam aktivitas kemasyarakatan dan berpartisipasi dalam peran yang beragam
10.
Keragaman Aktivitas Warga Yang Terbuka Bagi Semua Warga Kota dan Dapat Dimanfaatkan Oleh Seluruh Warga Kota.
11.
Partisipasi Dan Ataupun Keterlibatan Warga Melalui Forum-Forum Publik, Ataupun Institusi-Institusi Tertentu, Serta Komunikasi Antar Warga Yang Membicarakan Isu Publik.
12.
Kelengkapan Dari Sistem Komunikasi Yang Dapat Memfasilitasi Warga Kota Untuk Terlibat Dalam Sistem Perekonomian (Sebagai Pengusaha, Konsumen Ataupun Pembeli Barang Ataupun Jasa, Hubungan Antar Pegawai, atau Antara Clients-Resources Providers).
Membuat keseimbangan yang sesuai antara kegegasan dan kestabilan kondisi.
13.
Sistem Komunikasi Yang Ada Tersebut Terbuka Untuk Ide, dan Masukan Dari Luar (External Inputs) Serta Kritik-Kritiknya.
14.
Media Yang Tersedia dan Kelengkapan Lainnya Dari Sistem Komunikasi Dapat Digunakan Pada Tradisi dan Sejarah yang Ada Pada Masyarakat Termasuk Pula Budaya yang Ada.
15.
Kelengkapan Dari Sistem Komunikasi Dapat Menjangkau Warga Yang Potensial Untuk Dapat Berpartisipasi, Seperti Misalnya Ada Community Website.
Sumber: Jeffres, L.W. (2010) Auditing Comminication System to Help Urban Policy Makers
Diadopsi dari : Sutriadi, Ridwan. Perspektif Perencana : Smart City, Inovasi, Kota Komunikatif, dan Kota berkeadilan (2015)
Hasil dan Pembahasan
Ketercapaian Liveable City di Kota Balikpapan
Pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan secara keseluruhan untuk indikator liveable city yang memiliki kesesuaian dengan kondisi paparan data Kota Balikpapan saat ini berjumlah 30 indikator atau konsep liveable city di Kota Balikpapan telah mencapai 71,43% dari jumlah keseluruhan indikator yang digunakan dalam penelitian ini. Rincian untuk distribusi masing masing indikator secara berurutan: aspek fisik 10 (sepuluh) indikator, aspek lingkungan manusia 9 (sembilan) indikator, aspek lingkungan alam 7 (tujuh) indikator dan aspek ekonomi 4 (empat) indikator. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 dan 2.
024681012141618EkonomiFisikLingkungan AlamLingkungan Manusiaindikator tercapai per aspekindikator liveable city per aspek
Gambar 1 Distribusi Indikator Liveable city yang Sesuai Dengan Kondisi Paparan Data Saat Ini Terhadap Masing Masing Aspek
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015
KAJIAN KETERCAPAIAN KOTA LAYAK HUNI (LIVEABLE CITY) KOTA BALIKPAPAN
320 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2
Gambar 2 Ketercapaian Konsep Liveable city
Kota Balikpapan
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015
Keterangan:
hijau
:
ketercapaian konsep liveable city kota Balikpapan
merah
:
indikator liveable city yang belum tercapai di Kota Balikpapan
Kemudian pencapaian pengembangan konsep liveable city di Kota Balikpapan dilihat berdasar tingkat kepentingan indikatornya dari penilaian di kalangan pemerintah kota terhadap indikator/sub indikator liveable city. Posisi indikator didominasi di kuadran B (Keep up with the good work - pertahankan prestasi) yaitu menunjukkan bahwa kinerja/pelaksanaan dianggap penting dan harapan kualitas yang dipersepsikan juga sudah baik. Hal ini bisa dilihat pada gambar 3 dibawah.
Namun setelah dilakukan cross check masih ditemukan adanya indikator penting yang dipersepsikan/kinerja aktualnya tercapai namun menurut data, indikator tersebut belum tercapai. Indikator yang masuk dalam kategori tersebut yaitu:
1. Jumlah sekolah dasar negeri per 1.000 penduduk;
2. Jumlah sekolah menengah negeri per 1.000 penduduk;
3. Jumlah tempat tidur di rumah sakit per jumlah penduduk;
4. Banyaknya klinik medis terhadap angka/jumlah tenaga medis tiap 1.000 penduduk;
5. Jumlah sampah non-daur ulang yang dihasilkan oleh rumah tangga.
Sedangkan indikator penting lainnya dianggap persepsi/kinerja aktualnya masih belum tercapai dan setelah dilakukan cross check memang belum tercapai yaitu indikator:
1. Tingkat Lapangan Kerja (Orang yang bekerja/% penduduk usia < 15 Tahun);
2. Rasio guru terhadap murid pada sekolah dasar dan sekolah menengah;
3. Tarif air rata-rata per rumah tangga.
Sehingga kedelapan indikator di atas merupakan indikator prioritas yang harus ditingkatkan kinerjanya untuk meningkatkan pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan.
Setelah indikator di atas terpenuhi dalam meningkatkan pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan lebih baik lagi, indikator yang belum tercapai dengan tingkat kepentingan yang dianggap kurang bisa dilakukan pada tahap selanjutnya yaitu:
1. Jumlah rak sepeda yang dapat diakses di ruang publik;
2. Jumlah tenaga kesehatan per jumlah penduduk;
3. Konsumsi listrik per rumah tangga;
4. Rasio gedung pertunjukan seni, museum dan galeri seni terhadap jumlah penduduk.
Selengkapnya posisi indikator liveable city terhadap data saat ini dapat dilihat pada tabel 3 di bawah. 28,57% 71,43 %
Gina Nawangwulan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 321
Gambar 3 Diagram Kartesius Posisi Indikator Ketercapaian Liveable City di Kota Balikpapan
Sumber: Hasil Pengolahan Data Kuesioner 2015
Tabel 3 Posisi Indikator Liveable City Terhadap Data Saat Ini
IPA untuk indikator
liveable city
Hasil Perhitungan
(Posisi Kartesius) dibandingkan data kondisi terkini
Indikator
Ketercapaian
Penting dengan persepsi/kinerja aktual memuaskan
Sesuai
10, 16, 19, 24, 29, 30, 31, 32, 42
Data dan persepsi/kinerja aktual menunjukan adanya kesesuaian. Indikator pada bagian ini dianggap penting. Analisis: indikator ini tercapai.
Tidak Sesuai
6,7, 17, 18, 26
Data/persepsi kinerja aktual menunjukan adanya ketidaksesuaian. Analisis: indikator ini belum tercapai.
Penting dengan persepsi /kinerja aktual kurang memuaskan
Sesuai
3, 8, 22
Data dan persepsi/kinerja aktual menunjukan adanya kesesuaian. Analisis: indikator ini belum tercapai.
Tidak Sesuai
1, 2, 4, 21, 23, 25, 41
Data dan persepsi/kinerja aktual menunjukan tidak adanya kesesuaian. Data saat ini menunjukan indikator tersebut memiliki kinerja yang baik. Analisis: indikator ini tercapai.
Kurang penting dengan persepsi/kinerja aktual memuaskan
Sesuai
5, 9, 11, 12, 20, 28, 33, 35, 37, 39, 40
Data dan persepsi/kinerja aktual menunjukan adanya kesesuaian. Analisis: indikator ini tercapai.
Tidak Sesuai
15
Data dan persepsi/kinerja aktual menunjukkan tidak adanya kesesuaian. Analisis: indikator ini belum tercapai.
Kurang penting dengan persepsi/kinerja aktual kurang memuaskan
Sesuai
13, 27, 38
Data dan Persepsi/Kinerja Aktual Menunjukan Adanya Kesesuaian. Analisis: indikator ini belum tercapai.
Tidak Sesuai
14, 34, 36
Data dan Persepsi/Kinerja Aktual Menunjukan Tidak Adanya Kesesuaian. Namun data saat ini menunjukan indikator tersebut memiliki kinerja yang baik . Analisis: indikator ini tercapai.
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2015
Keterangan :
:
Data dan persepsi/kinerja aktual sesuai, indikator tercapai.
:
Data dan persepsi/kinerja aktual tidak sesuai, indikator belum tercapai walau dianggap penting.
:
Sesuai Data, indikator ini belum tercapai walaupun indikator ini dianggap penting.
:
Sesuai Data, indikator ini belum tercapai dan dianggap indikator yang kurang penting.
Kajian Ketercapaian Kota Layak Huni (Liveable City) Kota Balikpapan
322 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2
Manajemen Pengembangan Kota di Balikpapan
Berdasarkan kajian literatur, penelitian ini menghasilkan 9 (sembilan) komponen utama yang digunakan untuk mengetahui dan mengidentifikasi bentuk dan manajemen pengembangan liveable city di Kota Balikpapan yaitu: (1) Kepemimpinan; (2) Kelembagaan: institusi pengelola dan kewenangan; (3) Sumber Pembiayaan; (4) Keterlibatan dan Partisipasi Seluruh Pemangku Kepentingan; (5) Transparansi dan Akuntabilitas; (6) Koordinasi dan Komunikasi; (7) Komitmen dan political will; (8) Ketersediaan sarana dan prasarana; dan (9) Kerjasama dengan berbagai pihak. Secara keseluruhan untuk hasil analisis aspek manajemen pengembangan liveable city di Kota Balikpapan sudah berjalan dengan baik. Kemudian untuk aspek komunikasi yang dianggap aspek penting maka perlu diketahui komponen audit komunikasi yang berjalan di Kota Balikpapan, hasilnya komponen audit komunikasi beberapanya dipersepsikan sangat baik hal ini dianggap dapat dibuktikan dari berbagai penghargaan yang diperoleh Kota Balikpapan sebagai akibat dari komunikasi antara stakeholder di Kota Balikpapan yang baik.
Gambar 4 Diagram Kartesius Posisi Variabel Audit Komunikasi dalam Pencapaian
Liveable city di Kota Balikpapan
Sumber: Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2015
Manajemen Pengembangan Kota dalam Pencapaian Liveable City
Dari kesembilan komponen yang menunjang manajemen pengembangan liveable city dan dari pemaparan temuan penelitian di atas, didapatkan kesimpulan bahwa faktor kepemimpinan, komitmen dan political will serta aspek koordinasi dan komunikasi merupakan faktor kunci yang mendorong pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan. Faktor kepemimpinan dan komitmen/political will secara tidak langsung mempengaruhi komponen manajemen lainnya, terutama indikator keterlibatan dan komitmen para pemangku kepentingan. Selain itu yang menjadi catatan lain mengenai manajemen pengembangan liveable city di Kota Balikpapan adalah komunikasi. Aspek koordinasi dan komunikasi merupakan komponen utama selain kepemimpinan serta komitmen dan political will untuk keberhasilan manajemen pengembangan kota nyaman/layak huni. Komunikasi antar pemangku kepentingan di Balikpapan ini sangat baik. Komunikasi dengan perantaraan teknologi yang dapat menunjang layanan kepada masyarakat Kota juga baik: Command Center Kota Balikpapan berada di Twitter. Ratusan CCTV digantikan mata kepala warga. Gaji aparat diganti voluntarisme warga. Setiap akun informasi perkotaan Balikpapan juga rutin mengingatkan follower untuk terus partisipasi. Balikpapan bisa mengalahkan Paris dan Jakarta, dalam partisipasi di Big Data. Penghargaan yang masih sejalan dengan kenyamanan kota seperti Tata Ruang Kota terbaik ASEAN Environment Sustainable City (ESC), Tata Ruang terbaik se-Indonesia Tahun 2014 Kementerian PU dan Perumahan Rakyat untuk kategori kota, dan pengakuan dari ICLEI World Conggress di Seoul Korea Selatan sebagai sustainable city dan most liveable city di Tahun 2015.
Mekanisme pengembangan liveable city di Kota Balikpapan memiliki keterbatasan. Kendala utamanya adalah sumber pembiayaan yang masih bertumpu pada APBD Kota Balikpapan yang berakibat masih dianggap kurang memadainya sarana dan prasarana penunjang.
Gina Nawangwulan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 323
Seharusnya pengembangan liveable city tidak hanya bergantung pada kemampuan manajemen para pemangku kepentingan dalam lingkungan Pemerintah Kota Balikpapan saja melainkan juga diperlukan kerjasama dan partisipasi dari berbagai pihak, terutama swasta untuk meunjang ketersediaan sarana dan prasarana penunjang yang diperlukan.
Pada dasarnya pengembangan liveable city Kota Balikpapan memang belum bisa sepenuhnya tercapai karena dalam mencapai liveability yang ideal dibutuhkan sebuah proses yang panjang. Walaupun demikian, pengembangan liveable city di Kota Balikpapan bisa dijadikan lesson learned dan model pengembangan kota layak/nyaman huni bagi kota/kabupaten lain yang ingin mengembangkan liveable city serupa.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan:
a. Dari keempatpuluh dua indikator ketercapaian konsep liveable city, maka pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan sudah mencapai 30 (tiga puluh) indikator atau sebesar 71,43% dengan rincian untuk distribusi masing masing indikator secara berurutan: aspek fisik 10 (sepuluh) indikator, aspek lingkungan manusia 9 (sembilan), aspek lingkungan alam 7 (tujuh) indikator dan aspek ekonomi 4 (empat) indikator.
b. Masih ditemukan indikator penting liveable city yang dipersepsikan/kinerja aktualnya baik namun menurut data indikator tersebut belum tercapai, indikator di posisi ini sebanyak 5 (lima) indikator. Sedang indikator penting yang belum tercapai kinerja aktualnya sebagaimana ditunjukkan data sebanyak 3 (tiga) indikator.
c. Indikator yang dianggap kurang penting dengan persepsi/kinerja aktual kurang baik sebanyak 4 (empat) indikator.
d. Secara keseluruhan untuk hasil analisis aspek manajemen pengembangan kota di Kota Balikpapan sudah berjalan dengan baik. Kemudian untuk aspek komunikasi yang
dianggap aspek penting yang perlu diketahui dalam manajemen pengembangan kota maka komponen audit komunikasi yang diteliti dianggap sudah berjalan sangat baik di Kota Balikpapan.
e. Dari kesembilan komponen yang menunjang sebuah manajemen pengembangan kota dan dari pemaparan temuan penelitian di atas, maka didapatkan kesimpulan bahwa faktor kepemimpinan, komitmen dan political will serta aspek koordinasi dan komunikasi merupakan faktor kunci yang mendorong pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan.
Rekomendasi
Dari analisis yang telah dijabarkan sebelumnya maka untuk meningkatkan ketercapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan, beberapa kesimpulan dan saran yang dapat diusulkan antara lain:
a. Ada delapan indikator prioritas yang harus ditingkatkan kinerjanya untuk meningkatkan pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan yaitu:
1. Jumlah sekolah dasar negeri per 1.000 penduduk;
2. Jumlah sekolah menengah negeri per 1.000 penduduk;
3. Jumlah tempat tidur di rumah sakit per jumlah penduduk;
4. Banyaknya klinik medis terhadap angka/jumlah tenaga medis tiap 1.000 penduduk;
5. Jumlah sampah non-daur ulang yang dihasilkan oleh rumah tangga;
6. Tingkat Lapangan Kerja (Orang yang bekerja/% penduduk usia < 15 Tahun);
7. Rasio guru terhadap murid pada sekolah dasar dan sekolah menengah;
8. Tarif air rata-rata per rumah tangga.
Berikutnya, indikator yang belum tercapai dengan tingkat kepentingan yang dianggap kurang dapat dilaksanakan untuk tahap selanjutnya yaitu:
1. Jumlah rak sepeda yang dapat diakses di ruang publik;
Gina Nawangwulan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 324
2. Jumlah tenaga kesehatan per jumlah penduduk;
3. Konsumsi listrik per rumah tangga;
4. Rasio gedung pertunjukan seni, museum dan galeri seni terhadap jumlah penduduk.
b. Tahun 2016 Kota Balikpapan akan berganti kepala daerah. Masih diperlukan pimpinan daerah yang mampu mengembangkan jiwa kepemimpinan transformasional dan juga menjalin hubungan baik diantara para pemangku kepentingan kekuasaan sehingga dapat bekerjasama dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama khususnya pencapaian liveable city.
c. Dalam pengembangan liveable city, sebaiknya dibentuk suatu institusi / lembaga yang menangani dan mengelola berbagai program pengembangan liveable city yang melibatkan stakeholder lain selain pemerintah. Bentuk kelembagaannya bisa berbentuk outsourcing ataupun Public Private Partnership (PPP). Perlu adanya sumber pembiayaan lain yang mendukung pelaksanaan liveable city, sehingga program kegiatan yang dikembangkan bisa berjalan sesuai dengan tujuannya.
d. Hasil audit pelaksanaan liveable city sebaiknya tidak hanya disosialisasikan ke SKPD yang ada dilingkungan pemerintah Kota Balikpapan tetapi dapat diketahui masyarakat misalnya melalui media sosial ataupun website pemerintah kota.
e. Komunikasi dan koordinasi pelaksanaan manajemen kota untuk mencapai konsep kota liveable city dapat disampaikan dan dilakukan melalui media sosial ataupun website pemerintah kota yang sudah baik harus bisa lebih ditingkatkan.
• Aspek-aspek dalam komponen audit komunikasi yang dipersepsikan /berkinerja aktual kurang baik padahal merupakan harapan/kepentingannya tinggi menjadi pekerjaan rumah di pemerintah kota agar diperbaiki sehingga tujuan pembangunan kota maupun penyampaian visi liveable city tercapai. Perlu adanya strategi komunikasi dalam percepatan reformasi birokrasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mengubah sistem,
pola pikir dan budaya kerja di Pemerintah Kota Balikpapan. Saluran komunikasi (media) yang dipakai yaitu website, email, call center dan radio komunitas. Sedangkan untuk strategi komunikasi yang dipakai dengan cara mengadakan rapat koordinasi, sosialisasi dan juga survei kepuasan.
• Aspek-aspek dalam komponen audit komunikasi yang dipersepsikan /berkinerja aktual kurang baik dan dengan anggapan harapan/kepentingan kurang jangan diabaikan oleh kalangan di pemerintahan kota. Hal ini karena seluruh proses komunikasi pada akhirnya menggantungkan keberhasilan pada tingkat ketercapaian tujuan komunikasi, yakni sejauh mana para partisipan memberikan makna yang sama atas pertukaran pesan, itulah yang dikatakan sebagai komunikasi antarbudaya yang efektif, sering di sebut pula dengan efektivitas komunikasi antarbudaya.
• Aspek-aspek dalam komponen audit komunikasi yang dipersepsikan /berkinerja aktual baik namun dengan anggapan harapan/kepentingan kurang jangan diabaikan oleh kalangan di pemerintahan kota. Hal ini disebabkan untuk meningkatkan manajemen kota komponen komunikasi penting dalam usaha mendukung konsep liveable city adalah :
a. Meningkatkan infrastruktur komunikasi dan informatika guna memperluas aksesibilitas masyarakat terhadap informasi
b. Mendorong peningkatan aplikasi layanan publik yang aplikatif dan terpadu
c. Mendorong peranan media cetak dan elektronik dalam menciptakan masyarakat informatif yang menjunjung nilai – nilai budaya
d. Mendorong peranan kelompok-kelompok masyarakat dalam mewujudkan masyarakat informasi.
f. Seharusnya penilaian ketercapaian visi Kota Balikpapan sebagai liveable city didasarkan pada referensi indicator yang digunakan kota maju di dunia sehingga memberikan
Gina Nawangwulan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 325
penilaian konsep liveable city yang independen. Pada kenyataannya visi liveable
city tersebut dinilai atau audit secara rutin menggunakan indikator Permendagri.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih peneliti berikan dengan setulus-tulusnya kepada Dr. Ridwan Sutriadi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, dukungan serta kritikan yang membangun dalam penelitian ini.
Daftar Pustaka
Australian Bureau of Statistics. (2005). Crime and Safety. Canberra: Australian Bureau of Statistics.
Backus, M. (2001). E-governance in Developing Countries. IICD Research Brief.
Badan Pusat Statistik Kota Balikpapan. (2014). Balikpapan Dalam Angka. Balikpapan: BPS .
Bigio, A. G. and B.Dahiya. (2004). Urban Environment and Infrastructure Toward Livable Cities. Washington, DC: The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank.
Center for Liveable Cities Singapore. (2014). Liveable and Sustainable Cities A Framework, Singapore” Civil Service College, Institute of Governance and Policy.
Cicerchia, A. (1999). Measures of Optimal Centrality: Indicators of City Effect and Urban Overloading. Social Indicators Research. Vol. 46, Number, p. 273
Community Indicators Victoria. Data Framework. (2013). Available From: http://www.Communityindicators.Net.Au/Data_Framework.
Design for Health, Health impact assessment: Threshold analysis workbook. (2008).Design for Health, University of Minnesota
Devas, N. and C. Rakodi, C. (eds). (1993). Managing Fast/Growing Cities: New Approches to Urban Planning and Management in Development World. New York: Wiley
Economist Intelligence Unit. (2011). Liveability Ranking Report. London: Economist Intelligence Unit.
Edward III, Gorge CM. (1980). Implementing Public Policy. Washington DC: Congessional Quarterly Inc.
Findlay, A., A. Morris, and R. Rogerson. (1988). Where to live in Britain in 1988: Quality of life in British cities. Cities, Vol. 5, Number 3, pp. 268-276
Goggin, Malcom L. et al. (1990). Implementation, Theory and Practice: Toward A Third Generation. Glenview, Il: Scott Foresmann and Company.
Hashimoto, A. and M. Kodama. (1997). Has livability of Japan gotten better for 1956-1990? A DEA approach. Social Indicators Research, Vol. 40, Number 3, pp.359-373.
Honey-Ray, L. and C. Enns. (2009). Child and youth friendly Abbotsford: Community strategy. Abbotsford, Canada: City of Abbotsford and Union of British Columbia Municipalities.
Jeffres, L.W.(2010). The Communicative City: Conceptualizing, Operationalizing, and Policy Making. Cleveland, OH: School of Communication, Cleveland State University.
Li, F.Z., et al. (2008). Built Environment, Adiposity, and Physical Activity In Adults Aged 50-75. American Journal of Preventive Medicine. Vol.35, No., pp. 38-46
Litman, T. and D. Burwell. (2006) Issues in Sustainable Transportation. International Journal of Global Environmental Issues. Vol. 6, No.4, pp. 331-347
Lowe, Melanie. et al. (2013). Liveable, Healthy, Sustainable: What Are the Key Indicators for Melbourne Neighbourhoods? Place, Health and Liveability Research Program. Research Paper 1.
Money Magazine. (2011). Best places to live: Compare cities. Available from: http://apps.money.cnn.com/bestplaces_201
Parkinson, M. (1990). Leadership and Regeneration in Liverpool: Confusion, Confortation, or Coalition. Newburry, CA: Sage Publication
Van Vliet, Willem. (2008). Creating Livable Cities for All Ages: Intergenerational Strategies and Initiatives. Working Paper CYE-WP1-2009. Children, Youth and Environments Center, University of Colorado
Tujuan penelitian ini mengkaji ketercapaian konsep kota nyaman/layak huni (liveable city) di Kota Balikpapan. Metoda analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan pendekatan analisis data kuantitatif dan kualitatif (pendekatan campuran/mix approach). Analisis kuantitatif pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Importance Performance Analysis dan analisis kualitatif pada penelitian ini dilakukan dengan metoda content analysis (analisis isi). Pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan mencapai 30 (tiga puluh) indikator atau sebesar 71,43% dari 42 indikator konsep liveable city dengan rincian untuk distribusi masing masing indikator secara berurutan: aspek fisik 10 (sepuluh) indikator, aspek lingkungan manusia 9 (sembilan), aspek lingkungan alam 7 (tujuh) indikator dan aspek ekonomi 4 (empat) indikator. Secara keseluruhan untuk hasil analisis aspek manajemen pengembangan kota di Kota Balikpapan sudah berjalan dengan baik. Kemudian untuk aspek komunikasi yang dianggap aspek penting maka perlu diketahui komponen audit komunikasi yang berjalan di Kota Balikpapan, hasilnya komponen audit komunikasi sebagian besar dipersepsikan sangat baik hal ini terbukti dari berbagai penghargaan yang diperoleh Kota Balikpapan sebagai akibat dari komunikasi antara stakeholder di Kota Balikpapan yang baik. Faktor kepemimpinan, komitmen dan political will serta aspek koordinasi dan komunikasi merupakan faktor kunci yang mendorong pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan. Pada dasarnya pengembangan liveable city Kota Balikpapan memang belum bisa sepenuhnya tercapai karena dalam mencapai liveability yang ideal membutuhkan sebuah proses yang panjang. Walaupun demikian, pengembangan liveable city di Kota Balikpapan bisa dijadikan lesson learn dan model pengembangan kota layak/nyaman huni bagi kota/kabupaten lain yang ingin mengembangkan liveable city serupa.
Kata-kunci: indikator, Ketercapaian, liveable city, manajemen, pengembangan
Pendahuluan
Kota nyaman/layak huni (liveable city) menggambarkan sebuah kota dengan lingkungan dan atmosfer yang nyaman untuk ditinggali dan bekerja yang dilihat dari berbagai aspek, baik itu fisik maupun non fisik, pinsipnya adalah ketersediaan kebutuhan dasar, fasilitas publik, ruang terbuka untuk interaksi sosial, keamanan, dukungan fungsi ekonomi sosial, dan sanitasi. Livability adalah nilai tertinggi dari new urbanism dengan fokus managemen konflik pertumbuhan dengan mengintegrasikan nilai livability dan ekonomi melalui desain urban. Selama kurun waktu 5 (lima) tahun Balikpapan telah menetapkan visi sebagai kota nyaman/layak huni (liveable city) yang termuat dalam RPJMD Tahun 2011-2016 (Perda No.8 Tahun 2011). Kota Balikpapan, yang berkembang pesat, berada di tengah jaringan transportasi Trans Kalimantan dan Trans Nasional dan posisinya strategis baik internal maupun eksternal. Tahun 2014 laju pertumbuhan ekonomi Kota Balikpapan di atas rata-rata nasional sebesar 6,02%. Pertumbuhan penduduk juga cukup tinggi mencapai 5,01% dari tahun 2013-2014. Berdasarkan survei Indonesian Most Liveable City Index 2014 yang dilakukan Ikatan Ahli Perencana Indonesia yang merupakan “snapshot” sederhana berdasarkan persepsi warga sebagai penerima manfaat pembangunan kota, kota Balikpapan tampil
Kajian Ketercapaian Kota Layak Huni (Liveable City) Kota Balikpapan sebagai kota paling nyaman dan layak huni di Indonesia dengan nilai di atas rerata secara nasional. Kota Balikpapan sudah seharusnya dapat menyediakan keadaan lingkungan yang mendukung aktivitas penduduknya sehari-hari agar kebutuhan kenyamanan penduduk dapat terpenuhi yang ditopang oleh manajemen kota yang baik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji ketercapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan.
Sasaran dari penelitian ini adalah:
1. Teridentifikasinya ketercapaian konsep Liveable City di Kota Balikpapan.
2. Terpetakannya manajemen pengembangan kota di Kota Balikpapan.
3. Terumuskannya keterkaitan antara konsep liveable city dengan manajemen pengembangan kota di Kota Balikpapan.
Tinjauan Pustaka
Konsep livability yang diadaptasi oleh Berke et al (2006) dari Goldschalk (2004) dalam Urban Land Use Planning (5th Ed) adalah livability merupakan nilai tertinggi dari new urbanism dengan fokus managemen konflik pertumbuhan dengan mengintegrasikan nilai livability dan ekonomi melalui desain urban.
Hal yang akan dibahas dalam konsep liveable city dan manajemen pengelolaanya adalah mengenai aspek layak huni dan mekanisme pengembangannya yang indikatornya diambil dari beberapa kajian literatur. Justifikasi ketercapaian liveable city mengacu pada kajian yang dilakukan Bigio dan Dahiya (2004), Vliet (2008), Yang Song (2012), Hai-Yan (2012), Khee Giap Tan et al (2012), Ikatan Ahli Perencanaan (2014), CLC Singapore (2014) dan Lowe et al (2013). Sementara itu untuk kriteria manajemen pengembangan liveable city mengacu pada kajian yang dilakukan Edward III dan Gorge CM. (1980), Parkinson (1990), Goggin dan Malcolm L et al (1990), Devas dan Rakodi (1993), Baccus (2001), Hargie dan Tourish (2003), Jeffres (2010), Pathak (2008) dan UNESCAP (2009).
Metodologi
Metoda analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif (pendekatan campuran/mixed approach). Analisis kuantitatif pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Importance Performance Analysis dan analisis kualitatif pada penelitian ini dilakukan dengan metoda content analysis (analisis isi). Penelitian bersifat eksploratif, yaitu dengan mengacu pada pengumpulan data melalui data sekunder, penelitian lapangan, observasi dan wawancara responden.
Berdasarkan justifikasi variabel liveable city dari berbagai literatur maka diperoleh faktor/ indikator/sub indikator dan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini. Namun, karena tidak tersedianya data dan kendala biaya, sejumlah besar indikator teoritis akan dikurangi menjadi satu set indikator praktis yang dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Gina Nawangwulan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 317
Tabel 1 Penentuan Faktor, Indikator dan Sub-indikator Liveable city
Faktor
Indikator
Sub-indikator +/-
Alat Ukur
Literatur/Sumber
Ekonomi
Tenaga Kerja dan Pendapatan
Produk Domestik Bruto (PDB)
Laju Pertumbuhan PDB
• Community Indicators Victoria. Data Framework. 2013
• Money Magazine. Best Places to Live: Compare Cities. 2011
Tingkat Pengangguran
Orang yang Menganggur yang Dinyatakan Sebagai Persentase Dari Angkatan Kerja
Tingkat Lapangan Kerja
Orang Yang Bekerja, Dinyatakan Sebagai Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas
Prosepek Ketenagakerjaan ( Lapangan Kerja)
Persentase Perubahan Pertumbuhan Lapangan Kerja
Distribusi Pendapatan
Indeks Gini
Fisik
Pendidikan
Akses Ke Sekolah Dasar Milik Pemerintah
Jumlah Sekolah Dasar Negeri per 1000 Penduduk
• Community Indicators Victoria. Data Framework. 2013
• Money Magazine. Best Places to Live: Compare Cities. 2011
• Findlay, A., A. Morris, and R. Rogerson, 1988
Akses Ke Sekolah Dasar Milik Pemerintah
Jumlah Sekolah Menengah Negeri per 1000 Penduduk
Ratio Guru Murid di Sekolah
Ratio Guru Terhadap Murid pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Kedekatan Dengan Perguruan Tinggi dan Tempat Kursus / Pelatihan
Jumlah Perguruan Tinggi, Universitas, Sekolah Profesional Dalam Radius 30 Mil Dari Pusat Kota
Akses Ke Internet (Rumah)
Jumlah Masyarakat yang Dapat Mengakses Internet dan Jumlah Masyarakat yang Mengakses Internet Broadband
Transportasi
Korban Jiwa Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan
Jumlah Korban Jiwa Akibat Kecelakaan di Jalan Per 100.000 Penduduk
• Community Indicators Victoria. Data Framework. 2013
• Honey-Ray, L. and C. Enns, 2009
• Litman, T. and D. Burwell, 2006.
Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan
Jumlah Kecelakaan di Jalan Per 100.000 Penduduk
Rak Sepeda
Jumlah Rak Sepeda yang Dapat Diakses di Ruang Publik
Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas
Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas
( Korban Cacat dan Korban Jiwa) Per Kapita
Kesehatan
Tenaga Kesehatan per Jumlah Penduduk
Jumlah Tenaga Kesehatan per Jumlah Penduduk
• Findlay, A., A. Morris and R. Rogerson, 1988
• Community Indicators Victoria. Data Framework. 2013
• Design For Health, Health Impact Assessment: Threshold Analysis Workbook, 2008
Jarak Ke Pelayanan Kesehatan
Jarak Rata Rata Ke Pelayanan Kesehatan Terdekat (Km)
Tempat Tidur di Rumah Sakit
Jumlah Tempat Tidur di Rumah Sakit per Jumlah Penduduk
Jumlah Tenaga Kesehatan
Banyaknya Klinik Medis Terhadap Angka (Jumlah) Tenaga Medis Tiap 1000 Penduduk
Kedekatan dengan Fasilitas Kesehatan
Jumlah Fasilitas Kesehatan Dalam Radius 32 Km Dari Pusat Lingkungan
Perumahan
Kepadatan Penduduk
Kepadatan Penduduk, Diukur Dengan Tiap Orang Per Hektar
• Findlay, A., A. Morris, and R. Rogerson, 1988
• Cicerchia., 1999
• Li, F.Z., et al., 2008
Penggunaan Lahan Campuran
Keragaman Penggunaan Lahan (Kemerataan Sebaran Beberapa Jenis Penggunaan Lahan)
Keterjangkauan
Tarif Air Rata-Rata per Rumah Tangga
Rata-Rata Biaya Pemakaian Listrik Per Rumah Tangga
Lingkungan Alam
Udara
Kualitas Udara
Konsentrasi Ozon, Karbon Monoksida, Nitrogen Dioksida, Sulfur Dioksida dan Partikel Halus (PM10) di Udara
• Economist Intelligence Unit, Liveability ranking report, 2011
• Findlay, A., A. Morris, and R. Rogerson, 1988
• Community Indicators Victoria. Data framework. 2013
• Hashimoto, A. and M. Kodama, 1997.
Air
Kualitas Air
Kualitas Penyediaan Air
Sampah
Timbulan Sampah Rumah Tangga
Jumlah Sampah Non-Daur Ulang yang Dihasilkan Oleh Rumah Tangga
Penggunaan Listrik
Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Konsumsi Listrik Per Rumah Tangga Dalam Megawatt/Jam
Iklim
-
Suhu Rata-Rata Tahunan
Biodiversity
-
Kawasan Hutan (Luas Area Hutan Per Kapita)
Ruang Terbuka Hijau
Ketersediaan Areal Hijau
Total Areal Hijau Di Perkotaan
• Community Indicators Victoria. Data framework. 2013
Ratio Ketersediaan Areal Hijau Terhadap Luas Wilayah Perkotaan
KAJIAN KETERCAPAIAN KOTA LAYAK HUNI (LIVEABLE CITY) KOTA BALIKPAPAN
318 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2
Faktor
Indikator
Sub-indikator +/-
Alat Ukur
Literatur/Sumber
Ketersediaan Areal Hijau Menurut Unit Lingkungan dan Jenis Areal Jijau
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
• UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
• Li, F.Z., et al., 2008
Lingkungan Manusia
Kriminalitas
Tingkat Tindak Kekerasan Keluarga
Catatan Jumlah Tindak Kekerasan Keluarga Dalam 1 Tahun
• Community Indicators Victoria. Data framework. 2013
• Findlay, A., A. Morris, and R. Rogerson, 1988
• Australian Bureau of Statistics, Crime and safety, Australia, 2005
Tingkat Tindak Kejahatan Terhadap Barang Kepemilikan
Catatan Jumlah Tindak Kekerasan Terhadap Barang Kepemilikan Dalam 1 Tahun (Seperti Pembakaran, Kerusakan Properti, Pencurian, Penipuan, Penanganan Barang Curian Dan Pencurian)
Tingkat Tindak Kejahatan Terhadap Orang
Catatan Jumlah Tindak Kekerasan Terhadap Orang Dalam 1 Tahun (Seperti Pembunuhan, Pemerkosaan, Seks, Perampokan, Penganiayaan, Dan penculikan )
Tingkat Kejahatan
Catatan Jumlah Korban Penyerangan / Kekerasan Seksual / Perampokan Dalam 1 Tahun)
Kenyamanan dan Budaya
Ketersediaan Tempat Hiburan/Rekreasi
Rasio Bioskop / Teater Terhadap Jumlah Penduduk
Ratio Gedung Pertunjukan Seni, Musium dan Galeri Seni Terhadap Jumlah Penduduk
• Findlay, A., A. Morris, and R. Rogerson, 1988
Banyaknya Klub Sosial Terhadap Jumlah Penduduk
Ketersediaan Klub Olah Raga Terhadap Jumlah Penduduk
Fasilitas Berbelanja Makanan dan Barang Lokal Lainnya
Keterjangkauan Terhadap Toko Makanan Sehat
Jumlah Supermarket atau Toka Buah Dengan Radius Jarak 1600 Meter Dari Pusat Lingkungan
• Findlay, A., A. Morris, and R. Rogerson, 1988
Akses Terhadap Pasar/Hipermarket
Banyaknya Pasar dan Hipermarket Terhadap Jumlah Penduduk
Sumber: Hasil Sintesis dari berbagai sumber, 2015.
Berdasarkan justifikasi manajemen pengembangan kota nyaman/layak huni (liveable city) dari berbagai literatur maka diperoleh kriteria faktor sebagai berikut:
1. kepemimpinan;
2. kelembagaan (adanya instansi pengelola dan kewenangan secara formal);
3. sumber pembiayaan;
4. keterlibatan dan partisipasi stakeholder;
5. transparansi dan akuntabilitas;
6. koordinasi dan komunikasi;
7. komitmen dan political will;
8. ketersediaan sarana dan prasarana penunjang; dan
9. kerjasama dengan berbagai pihak.
Sementara itu untuk variabel manajemen audit komunikasi peneliti mengacu hasil studi Jeffres, (2010) Auditing Communication System to Help Urban Policy Makers yang diadopsi oleh Ridwan Sutriadi, Kota Komunikatif: Perspektif Perencana (2014), yang dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Gina Nawangwulan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 319
Tabel 2 Variabel Audit Komunikasi dalam Pencapaian Liveable city di Kota Balikpapan
No.
Communication Audit
Inventarisasi kelengkapan rincian sistem komunikasi
1.
Peran Media Masa Bagi Pembangunan Kota untuk mencapai visi liveable city
2.
Komunikasi Dengan Perantara Teknologi Yang Dapat Menunjang Layanan Kepada Masyarakat Kota.
3.
Bentuk Komunikasi Interpersonal Yang Membahas Tentang Isu Isu Publik
4.
Ketersediaan Tempat Publik Untuk Saling Berinteraksi Antar Warga Kota
5.
Kegiatan Publik Bernuansa Publik Tradisional
Mengintegrasikan warga kota ke dalam sistem dinamik yang menyeluruh
6.
Kelengkapan Dari Sistem Komunikasi Yang Dapat Mengintegrasikan Warga Kota
7.
Kelengkapan Dari Sistem Komunikasi Dalam Konteks Perbedaan Etnis, Ras, Sosial, ataupun Perbedaan Sosial Ekonomi Masyarakatnya Sebagai Bahan Untuk Tujuan Publik.
8.
Pemimpin Pemerintahan Termasuk Tokoh Masyarakat Terhubung Dengan Warga Kotanya Oleh Suatu Sistem Komunikasi Tertentu
9.
Kelengkapan Dari Sistem Komunikasi Dapat Mendukung Pengambilan Keputusan Secara Kolektif Serta Mendukung Dialog Antar Warga ataupun Publik.
Memungkinkan warga kota untuk terlibat dalam aktivitas kemasyarakatan dan berpartisipasi dalam peran yang beragam
10.
Keragaman Aktivitas Warga Yang Terbuka Bagi Semua Warga Kota dan Dapat Dimanfaatkan Oleh Seluruh Warga Kota.
11.
Partisipasi Dan Ataupun Keterlibatan Warga Melalui Forum-Forum Publik, Ataupun Institusi-Institusi Tertentu, Serta Komunikasi Antar Warga Yang Membicarakan Isu Publik.
12.
Kelengkapan Dari Sistem Komunikasi Yang Dapat Memfasilitasi Warga Kota Untuk Terlibat Dalam Sistem Perekonomian (Sebagai Pengusaha, Konsumen Ataupun Pembeli Barang Ataupun Jasa, Hubungan Antar Pegawai, atau Antara Clients-Resources Providers).
Membuat keseimbangan yang sesuai antara kegegasan dan kestabilan kondisi.
13.
Sistem Komunikasi Yang Ada Tersebut Terbuka Untuk Ide, dan Masukan Dari Luar (External Inputs) Serta Kritik-Kritiknya.
14.
Media Yang Tersedia dan Kelengkapan Lainnya Dari Sistem Komunikasi Dapat Digunakan Pada Tradisi dan Sejarah yang Ada Pada Masyarakat Termasuk Pula Budaya yang Ada.
15.
Kelengkapan Dari Sistem Komunikasi Dapat Menjangkau Warga Yang Potensial Untuk Dapat Berpartisipasi, Seperti Misalnya Ada Community Website.
Sumber: Jeffres, L.W. (2010) Auditing Comminication System to Help Urban Policy Makers
Diadopsi dari : Sutriadi, Ridwan. Perspektif Perencana : Smart City, Inovasi, Kota Komunikatif, dan Kota berkeadilan (2015)
Hasil dan Pembahasan
Ketercapaian Liveable City di Kota Balikpapan
Pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan secara keseluruhan untuk indikator liveable city yang memiliki kesesuaian dengan kondisi paparan data Kota Balikpapan saat ini berjumlah 30 indikator atau konsep liveable city di Kota Balikpapan telah mencapai 71,43% dari jumlah keseluruhan indikator yang digunakan dalam penelitian ini. Rincian untuk distribusi masing masing indikator secara berurutan: aspek fisik 10 (sepuluh) indikator, aspek lingkungan manusia 9 (sembilan) indikator, aspek lingkungan alam 7 (tujuh) indikator dan aspek ekonomi 4 (empat) indikator. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 dan 2.
024681012141618EkonomiFisikLingkungan AlamLingkungan Manusiaindikator tercapai per aspekindikator liveable city per aspek
Gambar 1 Distribusi Indikator Liveable city yang Sesuai Dengan Kondisi Paparan Data Saat Ini Terhadap Masing Masing Aspek
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015
KAJIAN KETERCAPAIAN KOTA LAYAK HUNI (LIVEABLE CITY) KOTA BALIKPAPAN
320 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2
Gambar 2 Ketercapaian Konsep Liveable city
Kota Balikpapan
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015
Keterangan:
hijau
:
ketercapaian konsep liveable city kota Balikpapan
merah
:
indikator liveable city yang belum tercapai di Kota Balikpapan
Kemudian pencapaian pengembangan konsep liveable city di Kota Balikpapan dilihat berdasar tingkat kepentingan indikatornya dari penilaian di kalangan pemerintah kota terhadap indikator/sub indikator liveable city. Posisi indikator didominasi di kuadran B (Keep up with the good work - pertahankan prestasi) yaitu menunjukkan bahwa kinerja/pelaksanaan dianggap penting dan harapan kualitas yang dipersepsikan juga sudah baik. Hal ini bisa dilihat pada gambar 3 dibawah.
Namun setelah dilakukan cross check masih ditemukan adanya indikator penting yang dipersepsikan/kinerja aktualnya tercapai namun menurut data, indikator tersebut belum tercapai. Indikator yang masuk dalam kategori tersebut yaitu:
1. Jumlah sekolah dasar negeri per 1.000 penduduk;
2. Jumlah sekolah menengah negeri per 1.000 penduduk;
3. Jumlah tempat tidur di rumah sakit per jumlah penduduk;
4. Banyaknya klinik medis terhadap angka/jumlah tenaga medis tiap 1.000 penduduk;
5. Jumlah sampah non-daur ulang yang dihasilkan oleh rumah tangga.
Sedangkan indikator penting lainnya dianggap persepsi/kinerja aktualnya masih belum tercapai dan setelah dilakukan cross check memang belum tercapai yaitu indikator:
1. Tingkat Lapangan Kerja (Orang yang bekerja/% penduduk usia < 15 Tahun);
2. Rasio guru terhadap murid pada sekolah dasar dan sekolah menengah;
3. Tarif air rata-rata per rumah tangga.
Sehingga kedelapan indikator di atas merupakan indikator prioritas yang harus ditingkatkan kinerjanya untuk meningkatkan pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan.
Setelah indikator di atas terpenuhi dalam meningkatkan pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan lebih baik lagi, indikator yang belum tercapai dengan tingkat kepentingan yang dianggap kurang bisa dilakukan pada tahap selanjutnya yaitu:
1. Jumlah rak sepeda yang dapat diakses di ruang publik;
2. Jumlah tenaga kesehatan per jumlah penduduk;
3. Konsumsi listrik per rumah tangga;
4. Rasio gedung pertunjukan seni, museum dan galeri seni terhadap jumlah penduduk.
Selengkapnya posisi indikator liveable city terhadap data saat ini dapat dilihat pada tabel 3 di bawah. 28,57% 71,43 %
Gina Nawangwulan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 321
Gambar 3 Diagram Kartesius Posisi Indikator Ketercapaian Liveable City di Kota Balikpapan
Sumber: Hasil Pengolahan Data Kuesioner 2015
Tabel 3 Posisi Indikator Liveable City Terhadap Data Saat Ini
IPA untuk indikator
liveable city
Hasil Perhitungan
(Posisi Kartesius) dibandingkan data kondisi terkini
Indikator
Ketercapaian
Penting dengan persepsi/kinerja aktual memuaskan
Sesuai
10, 16, 19, 24, 29, 30, 31, 32, 42
Data dan persepsi/kinerja aktual menunjukan adanya kesesuaian. Indikator pada bagian ini dianggap penting. Analisis: indikator ini tercapai.
Tidak Sesuai
6,7, 17, 18, 26
Data/persepsi kinerja aktual menunjukan adanya ketidaksesuaian. Analisis: indikator ini belum tercapai.
Penting dengan persepsi /kinerja aktual kurang memuaskan
Sesuai
3, 8, 22
Data dan persepsi/kinerja aktual menunjukan adanya kesesuaian. Analisis: indikator ini belum tercapai.
Tidak Sesuai
1, 2, 4, 21, 23, 25, 41
Data dan persepsi/kinerja aktual menunjukan tidak adanya kesesuaian. Data saat ini menunjukan indikator tersebut memiliki kinerja yang baik. Analisis: indikator ini tercapai.
Kurang penting dengan persepsi/kinerja aktual memuaskan
Sesuai
5, 9, 11, 12, 20, 28, 33, 35, 37, 39, 40
Data dan persepsi/kinerja aktual menunjukan adanya kesesuaian. Analisis: indikator ini tercapai.
Tidak Sesuai
15
Data dan persepsi/kinerja aktual menunjukkan tidak adanya kesesuaian. Analisis: indikator ini belum tercapai.
Kurang penting dengan persepsi/kinerja aktual kurang memuaskan
Sesuai
13, 27, 38
Data dan Persepsi/Kinerja Aktual Menunjukan Adanya Kesesuaian. Analisis: indikator ini belum tercapai.
Tidak Sesuai
14, 34, 36
Data dan Persepsi/Kinerja Aktual Menunjukan Tidak Adanya Kesesuaian. Namun data saat ini menunjukan indikator tersebut memiliki kinerja yang baik . Analisis: indikator ini tercapai.
Sumber: Hasil Pengolahan Data 2015
Keterangan :
:
Data dan persepsi/kinerja aktual sesuai, indikator tercapai.
:
Data dan persepsi/kinerja aktual tidak sesuai, indikator belum tercapai walau dianggap penting.
:
Sesuai Data, indikator ini belum tercapai walaupun indikator ini dianggap penting.
:
Sesuai Data, indikator ini belum tercapai dan dianggap indikator yang kurang penting.
Kajian Ketercapaian Kota Layak Huni (Liveable City) Kota Balikpapan
322 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2
Manajemen Pengembangan Kota di Balikpapan
Berdasarkan kajian literatur, penelitian ini menghasilkan 9 (sembilan) komponen utama yang digunakan untuk mengetahui dan mengidentifikasi bentuk dan manajemen pengembangan liveable city di Kota Balikpapan yaitu: (1) Kepemimpinan; (2) Kelembagaan: institusi pengelola dan kewenangan; (3) Sumber Pembiayaan; (4) Keterlibatan dan Partisipasi Seluruh Pemangku Kepentingan; (5) Transparansi dan Akuntabilitas; (6) Koordinasi dan Komunikasi; (7) Komitmen dan political will; (8) Ketersediaan sarana dan prasarana; dan (9) Kerjasama dengan berbagai pihak. Secara keseluruhan untuk hasil analisis aspek manajemen pengembangan liveable city di Kota Balikpapan sudah berjalan dengan baik. Kemudian untuk aspek komunikasi yang dianggap aspek penting maka perlu diketahui komponen audit komunikasi yang berjalan di Kota Balikpapan, hasilnya komponen audit komunikasi beberapanya dipersepsikan sangat baik hal ini dianggap dapat dibuktikan dari berbagai penghargaan yang diperoleh Kota Balikpapan sebagai akibat dari komunikasi antara stakeholder di Kota Balikpapan yang baik.
Gambar 4 Diagram Kartesius Posisi Variabel Audit Komunikasi dalam Pencapaian
Liveable city di Kota Balikpapan
Sumber: Hasil Pengolahan Data Kuesioner, 2015
Manajemen Pengembangan Kota dalam Pencapaian Liveable City
Dari kesembilan komponen yang menunjang manajemen pengembangan liveable city dan dari pemaparan temuan penelitian di atas, didapatkan kesimpulan bahwa faktor kepemimpinan, komitmen dan political will serta aspek koordinasi dan komunikasi merupakan faktor kunci yang mendorong pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan. Faktor kepemimpinan dan komitmen/political will secara tidak langsung mempengaruhi komponen manajemen lainnya, terutama indikator keterlibatan dan komitmen para pemangku kepentingan. Selain itu yang menjadi catatan lain mengenai manajemen pengembangan liveable city di Kota Balikpapan adalah komunikasi. Aspek koordinasi dan komunikasi merupakan komponen utama selain kepemimpinan serta komitmen dan political will untuk keberhasilan manajemen pengembangan kota nyaman/layak huni. Komunikasi antar pemangku kepentingan di Balikpapan ini sangat baik. Komunikasi dengan perantaraan teknologi yang dapat menunjang layanan kepada masyarakat Kota juga baik: Command Center Kota Balikpapan berada di Twitter. Ratusan CCTV digantikan mata kepala warga. Gaji aparat diganti voluntarisme warga. Setiap akun informasi perkotaan Balikpapan juga rutin mengingatkan follower untuk terus partisipasi. Balikpapan bisa mengalahkan Paris dan Jakarta, dalam partisipasi di Big Data. Penghargaan yang masih sejalan dengan kenyamanan kota seperti Tata Ruang Kota terbaik ASEAN Environment Sustainable City (ESC), Tata Ruang terbaik se-Indonesia Tahun 2014 Kementerian PU dan Perumahan Rakyat untuk kategori kota, dan pengakuan dari ICLEI World Conggress di Seoul Korea Selatan sebagai sustainable city dan most liveable city di Tahun 2015.
Mekanisme pengembangan liveable city di Kota Balikpapan memiliki keterbatasan. Kendala utamanya adalah sumber pembiayaan yang masih bertumpu pada APBD Kota Balikpapan yang berakibat masih dianggap kurang memadainya sarana dan prasarana penunjang.
Gina Nawangwulan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 323
Seharusnya pengembangan liveable city tidak hanya bergantung pada kemampuan manajemen para pemangku kepentingan dalam lingkungan Pemerintah Kota Balikpapan saja melainkan juga diperlukan kerjasama dan partisipasi dari berbagai pihak, terutama swasta untuk meunjang ketersediaan sarana dan prasarana penunjang yang diperlukan.
Pada dasarnya pengembangan liveable city Kota Balikpapan memang belum bisa sepenuhnya tercapai karena dalam mencapai liveability yang ideal dibutuhkan sebuah proses yang panjang. Walaupun demikian, pengembangan liveable city di Kota Balikpapan bisa dijadikan lesson learned dan model pengembangan kota layak/nyaman huni bagi kota/kabupaten lain yang ingin mengembangkan liveable city serupa.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan:
a. Dari keempatpuluh dua indikator ketercapaian konsep liveable city, maka pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan sudah mencapai 30 (tiga puluh) indikator atau sebesar 71,43% dengan rincian untuk distribusi masing masing indikator secara berurutan: aspek fisik 10 (sepuluh) indikator, aspek lingkungan manusia 9 (sembilan), aspek lingkungan alam 7 (tujuh) indikator dan aspek ekonomi 4 (empat) indikator.
b. Masih ditemukan indikator penting liveable city yang dipersepsikan/kinerja aktualnya baik namun menurut data indikator tersebut belum tercapai, indikator di posisi ini sebanyak 5 (lima) indikator. Sedang indikator penting yang belum tercapai kinerja aktualnya sebagaimana ditunjukkan data sebanyak 3 (tiga) indikator.
c. Indikator yang dianggap kurang penting dengan persepsi/kinerja aktual kurang baik sebanyak 4 (empat) indikator.
d. Secara keseluruhan untuk hasil analisis aspek manajemen pengembangan kota di Kota Balikpapan sudah berjalan dengan baik. Kemudian untuk aspek komunikasi yang
dianggap aspek penting yang perlu diketahui dalam manajemen pengembangan kota maka komponen audit komunikasi yang diteliti dianggap sudah berjalan sangat baik di Kota Balikpapan.
e. Dari kesembilan komponen yang menunjang sebuah manajemen pengembangan kota dan dari pemaparan temuan penelitian di atas, maka didapatkan kesimpulan bahwa faktor kepemimpinan, komitmen dan political will serta aspek koordinasi dan komunikasi merupakan faktor kunci yang mendorong pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan.
Rekomendasi
Dari analisis yang telah dijabarkan sebelumnya maka untuk meningkatkan ketercapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan, beberapa kesimpulan dan saran yang dapat diusulkan antara lain:
a. Ada delapan indikator prioritas yang harus ditingkatkan kinerjanya untuk meningkatkan pencapaian konsep liveable city di Kota Balikpapan yaitu:
1. Jumlah sekolah dasar negeri per 1.000 penduduk;
2. Jumlah sekolah menengah negeri per 1.000 penduduk;
3. Jumlah tempat tidur di rumah sakit per jumlah penduduk;
4. Banyaknya klinik medis terhadap angka/jumlah tenaga medis tiap 1.000 penduduk;
5. Jumlah sampah non-daur ulang yang dihasilkan oleh rumah tangga;
6. Tingkat Lapangan Kerja (Orang yang bekerja/% penduduk usia < 15 Tahun);
7. Rasio guru terhadap murid pada sekolah dasar dan sekolah menengah;
8. Tarif air rata-rata per rumah tangga.
Berikutnya, indikator yang belum tercapai dengan tingkat kepentingan yang dianggap kurang dapat dilaksanakan untuk tahap selanjutnya yaitu:
1. Jumlah rak sepeda yang dapat diakses di ruang publik;
Gina Nawangwulan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 324
2. Jumlah tenaga kesehatan per jumlah penduduk;
3. Konsumsi listrik per rumah tangga;
4. Rasio gedung pertunjukan seni, museum dan galeri seni terhadap jumlah penduduk.
b. Tahun 2016 Kota Balikpapan akan berganti kepala daerah. Masih diperlukan pimpinan daerah yang mampu mengembangkan jiwa kepemimpinan transformasional dan juga menjalin hubungan baik diantara para pemangku kepentingan kekuasaan sehingga dapat bekerjasama dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama khususnya pencapaian liveable city.
c. Dalam pengembangan liveable city, sebaiknya dibentuk suatu institusi / lembaga yang menangani dan mengelola berbagai program pengembangan liveable city yang melibatkan stakeholder lain selain pemerintah. Bentuk kelembagaannya bisa berbentuk outsourcing ataupun Public Private Partnership (PPP). Perlu adanya sumber pembiayaan lain yang mendukung pelaksanaan liveable city, sehingga program kegiatan yang dikembangkan bisa berjalan sesuai dengan tujuannya.
d. Hasil audit pelaksanaan liveable city sebaiknya tidak hanya disosialisasikan ke SKPD yang ada dilingkungan pemerintah Kota Balikpapan tetapi dapat diketahui masyarakat misalnya melalui media sosial ataupun website pemerintah kota.
e. Komunikasi dan koordinasi pelaksanaan manajemen kota untuk mencapai konsep kota liveable city dapat disampaikan dan dilakukan melalui media sosial ataupun website pemerintah kota yang sudah baik harus bisa lebih ditingkatkan.
• Aspek-aspek dalam komponen audit komunikasi yang dipersepsikan /berkinerja aktual kurang baik padahal merupakan harapan/kepentingannya tinggi menjadi pekerjaan rumah di pemerintah kota agar diperbaiki sehingga tujuan pembangunan kota maupun penyampaian visi liveable city tercapai. Perlu adanya strategi komunikasi dalam percepatan reformasi birokrasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mengubah sistem,
pola pikir dan budaya kerja di Pemerintah Kota Balikpapan. Saluran komunikasi (media) yang dipakai yaitu website, email, call center dan radio komunitas. Sedangkan untuk strategi komunikasi yang dipakai dengan cara mengadakan rapat koordinasi, sosialisasi dan juga survei kepuasan.
• Aspek-aspek dalam komponen audit komunikasi yang dipersepsikan /berkinerja aktual kurang baik dan dengan anggapan harapan/kepentingan kurang jangan diabaikan oleh kalangan di pemerintahan kota. Hal ini karena seluruh proses komunikasi pada akhirnya menggantungkan keberhasilan pada tingkat ketercapaian tujuan komunikasi, yakni sejauh mana para partisipan memberikan makna yang sama atas pertukaran pesan, itulah yang dikatakan sebagai komunikasi antarbudaya yang efektif, sering di sebut pula dengan efektivitas komunikasi antarbudaya.
• Aspek-aspek dalam komponen audit komunikasi yang dipersepsikan /berkinerja aktual baik namun dengan anggapan harapan/kepentingan kurang jangan diabaikan oleh kalangan di pemerintahan kota. Hal ini disebabkan untuk meningkatkan manajemen kota komponen komunikasi penting dalam usaha mendukung konsep liveable city adalah :
a. Meningkatkan infrastruktur komunikasi dan informatika guna memperluas aksesibilitas masyarakat terhadap informasi
b. Mendorong peningkatan aplikasi layanan publik yang aplikatif dan terpadu
c. Mendorong peranan media cetak dan elektronik dalam menciptakan masyarakat informatif yang menjunjung nilai – nilai budaya
d. Mendorong peranan kelompok-kelompok masyarakat dalam mewujudkan masyarakat informasi.
f. Seharusnya penilaian ketercapaian visi Kota Balikpapan sebagai liveable city didasarkan pada referensi indicator yang digunakan kota maju di dunia sehingga memberikan
Gina Nawangwulan
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N2 | 325
penilaian konsep liveable city yang independen. Pada kenyataannya visi liveable
city tersebut dinilai atau audit secara rutin menggunakan indikator Permendagri.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih peneliti berikan dengan setulus-tulusnya kepada Dr. Ridwan Sutriadi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, dukungan serta kritikan yang membangun dalam penelitian ini.
Daftar Pustaka
Australian Bureau of Statistics. (2005). Crime and Safety. Canberra: Australian Bureau of Statistics.
Backus, M. (2001). E-governance in Developing Countries. IICD Research Brief.
Badan Pusat Statistik Kota Balikpapan. (2014). Balikpapan Dalam Angka. Balikpapan: BPS .
Bigio, A. G. and B.Dahiya. (2004). Urban Environment and Infrastructure Toward Livable Cities. Washington, DC: The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank.
Center for Liveable Cities Singapore. (2014). Liveable and Sustainable Cities A Framework, Singapore” Civil Service College, Institute of Governance and Policy.
Cicerchia, A. (1999). Measures of Optimal Centrality: Indicators of City Effect and Urban Overloading. Social Indicators Research. Vol. 46, Number, p. 273
Community Indicators Victoria. Data Framework. (2013). Available From: http://www.Communityindicators.Net.Au/Data_Framework.
Design for Health, Health impact assessment: Threshold analysis workbook. (2008).Design for Health, University of Minnesota
Devas, N. and C. Rakodi, C. (eds). (1993). Managing Fast/Growing Cities: New Approches to Urban Planning and Management in Development World. New York: Wiley
Economist Intelligence Unit. (2011). Liveability Ranking Report. London: Economist Intelligence Unit.
Edward III, Gorge CM. (1980). Implementing Public Policy. Washington DC: Congessional Quarterly Inc.
Findlay, A., A. Morris, and R. Rogerson. (1988). Where to live in Britain in 1988: Quality of life in British cities. Cities, Vol. 5, Number 3, pp. 268-276
Goggin, Malcom L. et al. (1990). Implementation, Theory and Practice: Toward A Third Generation. Glenview, Il: Scott Foresmann and Company.
Hashimoto, A. and M. Kodama. (1997). Has livability of Japan gotten better for 1956-1990? A DEA approach. Social Indicators Research, Vol. 40, Number 3, pp.359-373.
Honey-Ray, L. and C. Enns. (2009). Child and youth friendly Abbotsford: Community strategy. Abbotsford, Canada: City of Abbotsford and Union of British Columbia Municipalities.
Jeffres, L.W.(2010). The Communicative City: Conceptualizing, Operationalizing, and Policy Making. Cleveland, OH: School of Communication, Cleveland State University.
Li, F.Z., et al. (2008). Built Environment, Adiposity, and Physical Activity In Adults Aged 50-75. American Journal of Preventive Medicine. Vol.35, No., pp. 38-46
Litman, T. and D. Burwell. (2006) Issues in Sustainable Transportation. International Journal of Global Environmental Issues. Vol. 6, No.4, pp. 331-347
Lowe, Melanie. et al. (2013). Liveable, Healthy, Sustainable: What Are the Key Indicators for Melbourne Neighbourhoods? Place, Health and Liveability Research Program. Research Paper 1.
Money Magazine. (2011). Best places to live: Compare cities. Available from: http://apps.money.cnn.com/bestplaces_201
Parkinson, M. (1990). Leadership and Regeneration in Liverpool: Confusion, Confortation, or Coalition. Newburry, CA: Sage Publication
Van Vliet, Willem. (2008). Creating Livable Cities for All Ages: Intergenerational Strategies and Initiatives. Working Paper CYE-WP1-2009. Children, Youth and Environments Center, University of Colorado
Senin, 21 Desember 2015
Penerapan Teori Von Thunen di Kalimantan Timur
PENERAPAN TEORI LOKASI VON THUNEN PADA KAWASAN PERBATASAN KALIMANTAN TIMUR – MALAYSIA (Studi Kasus: Perbatasan Sebatik – Tawau)
Gambaran Umum Pulau Sebatik
Pulau ini terletak di bagian utara Kalimantan Timur yang dimiliki oleh dua negara, sebelah utara dan barat pulau ini berbatasan langsung dengan Malaysia dimana dibagi menjadi Kecamatan Sebatik dan Sebatik Barat dengan total luas 246,61 km2. Letak geografis tersebut merupakan potensi besar bagi daerah ini untuk mengembangkan jalinan hubungan internasional dengan dunia luar khususnya negara Malaysia, sehingga mampu memcerminkan kemajuan pembangunan di wilayah Republik Indonesia.
Kawasan perbatasan Kalimantan memiliki aksesibilitas yang tinggi terhadap kota-kota di Malaysia seperti Kota Tawau, sedangkan aksesibilitas antar kota-kota di Kalimantan Timur sendiri masih sangat rendah. Pada tahun 2007, jumlah penduduk Kecamatan Sebatik sebesar 16% dan Kecamatan Sebatik Barat Sebesar 9%. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Sebatik sebesar 194,24 jiwa/km2, kemudian di Kecamatan Sebatik Barat sebesar 77,56 jiwa/km2. Secara keseluruhan, persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama tahun 2007 yang paling banyak pada sektor pertambangan penggalian, pertanian dan perdagangan dengan persentase masing-masing untuk pertambangan sebesar 51,478 %, pertanian sebesar 24,823 % dan perdagangan 11,277 %. Persentase penduduk yang bekerja pada sektor keuangan, listrik, gas dan air minum, bangunan, komunikasi/transportasi, listrik, gas dan air serta yang lainnya sebesar 0 % - 5 %.
Kegiatan ekonomi mayoritas di Sebatik pada sektor pertanian dengan komoditas berupa padi, palawija, buah-buahan, sayur-sayuran, sedangkan sektor perkebunan kakao, kelapa dalam, dan kopi. Sektor perikanan yang dominan adalah perikanan laut dan tambak.
Selain itu dari segi transportasi, untuk menjangkau Kota Tarakan dibutuhkan waktu sekitar 3 jam dengan keberangkatan pada waktu tertentu, sedangkan untuk menjangkau Kota Nunukan harus melakukan perjalanan darat selama 2 jam kemudian ke dermaga Bambangan dan menempuh Kota Nunukan sekitar 15 menit. Dermaga yang ada di Sebatik yaitu Sungai Nyamuk dimana selain bisa menjangkau Tarakan bisa menjangkau Tawau, Malaysia. Sedangkan untuk menempuh perjalanan ke Tawau cukup perjalanan 15 menit menggunakan speedboat, dan jam keberangkatan pun dari pagi hingga sore. Oleh karena itu, tidak mengherankan masyarakat Sebatik memilih melakukan aktivitas ekonomi ke Tawau dibanding ke Tarakan atau kota-kota lainnya di Kalimantan Timur (Noveria, 2006:35).
Aplikasi Teori Von Thunen
Sebenarnya pusat kota di Kabupaten Nunukan yaitu di Kecamatan Nunukan, sedangkan Kecamatan Sebatik lebih bersifat sebagai daerah yang memproduksi hasil komoditas pertanian atau perkebunan. Hasil komoditas yang masih berupa barang mentah dari Sebatik diekspor ke Malaysia kemudian diolah menjadi barang jadi yang kemudian dibeli dari Malaysia. Hasil komoditas pertanian di Sebatik berupa padi sawah, sedangkan hasil bumi lainnya yaitu kelapa sawit, kakao, pisang, sayur-sayuran, dan ikan, dimana hasil komoditas tersebut dijual ke Malaysia (Tawau/Sebatik Malaysia), sedangkan kebutuhan sehari-hari seperti gula, telur, elpiji, minyak goreng, hingga daging sapi dibeli oleh masyarakat Sebatik dari Malaysia. Misalnya, kelapa sawit dari Sebatik kemudian diolah di Malaysia menjadi minyak goreng yang kemudian dibeli lagi oleh masyarakat Sebatik untuk kebutuhan sehari-hari. Masyarakat Sebatik menjual hasil bumi ke Tawau karena pasar yang lebih menjanjikan, misalnya untuk kelapa sawit, pabrik pengolahan di Tawau menawarkan harga sekitar 600 RM atau Rp 1,7 juta per ton tandan buah segar (TBS), sedangkan pabrik di Semanggaris, Nunukan, hanya berani membeli Rp 1 juta per ton TBS (Susilo, 2011).
Hal tersebut menyebabkan aktivitas Sebatik dan Tawau lebih tinggi bila dibandingkan Sebatik dengan kota lain di Kalimantan Timur. Adanya aksesibilitas yang tinggi ke Malaysia, maka produk yang ada di Sebatik didominasi oleh produk-produk Malaysia, mulai dari makanan, minuman (susu, minuman coklat), barang keperluan rumah tangga, seperti gula, minyak goreng, gas untuk memasak, ember, dan lain-lain.
Sangat sedikit sekali masyarakat Sebatik yang mengambil barang jadi dari Nunukan, ataupun menjual hasil pertanian/perkebunan ke Nunukan. Bahkan, yang seharusnya masyarakat Nunukan menikmati hasil pertanian Sebatik justru harus menikmati hasil pertanian dari daerah lain yaitu dari Pare-Pare, Sulawesi Selatan (Ruru, 2011).
Menurut teori Von Thunen (Djojodipuro,1992:149), lokasi pertanian akan berkembang pada pola tertentu tergantung pada tujuh asumsi:
1. Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah pedalamannya dan merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang merupakan komoditi pertanian.
2. Daerah perkotaan tersebut merupakan daerah penjualan kelebihan produksi daerah pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain.
3. Daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke daerah lain kecuali ke daerah perkotaan.
4. Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama (homogenous) dan cocok untuk tanaman dan peternakan dalam menengah
5. Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan permintaan yang terdapat di daerah perkotaan
6. Satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu adalah angkutan darat.
7. Biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan jarak yang ditempuh. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar.
Dengan asumsi tersebut maka daerah lokasi berbagai jenis pertanian akan berkembang dalam bentuk lingkaran tidak beraturan yang mengelilingi daerah pertanian.
Pada teori tersebut masih bisa berlaku di Sebatik, dimana beberapa asumsi dari teori von thunen membentuk guna lahan di Sebatik. Pada asumsi pertama, Sebatik merupakan daerah terpencil karena sulit untuk mengakses kota-kota besar di Kalimantan Timur, apalagi pada jarak yang dekat, seperti Nunukan dan Tarakan, sedangkan potensi sumberdaya alam Sebatik bisa untuk memenuhi daerahnya dan daerah lainnya. Akan tetapi, potensi tersebut justru untuk memenuhi kebutuhan negara tetangga. Pada asumsi kedua, sudah sesuai dengan kondisi di Sebatik, dimana Sebatik tidak menerima penjualan pertanian dari daerah lain, akan tetapi Sebatik hanya menerima penjualan barang-barang yang telah diolah dan menjual hasil pertaniannya ke daerah perkotaan yaitu ke Kota Tawau, Malaysia, seperti pada asumsi ketiga. Sedangkan asumsi ke empat juga sesuai karena Sebatik datarannya homogen. Sebagian besar masyarakat Sebatik bekerja sebagai petani seperti pada asumsi kelima, dan petani berusaha mencari keuntungan dari hasil pertanian yang dijual ke Tawau. Pada asumsi keenam, tidak berlaku lagi angkutan darat untuk mengangkut hasil komoditas, karena pengangkutan dilakukan dengan angkutan laut. Pada asumsi ke tujuh, biaya ditanggung oleh petani, tetapi sudah dimasukkan dalam biaya penjualan.
Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya teori Von Thunen masih bisa diaplikasikan di Sebatik sebagai daerah yang terpencil. Masyarakat Sebatik tidak menjual hasil pertaniannya ke Nunukan, Tarakan, atau kota besar lainnya, karena jarak yang ditempuh cukup jauh. Apabila dilakukan penjualan pada jarak yang jauh, maka keuntungan yang diperoleh juga sedikit, sedangkan pada jarak dengan pasar yang dekat, dalam hal ini adalah Tawau, maka akan memperoleh keuntungan yang besar. Misalnya saja diterapkan harga komoditas sesuai jarak tempuh transportasi, maka semakin jauh lokasi pemasaran maka akan semakin mahal juga harga jualnya, sedangkan belum tentu daerah pemasaran yang dituju akan membeli dengan harga yang tinggi tersebut seperti yang diungkapkan Susilo (2011), bahwa pedagang kelapa sawit di Sebatik lebih memilih menjual hasil perkebunannya di Tawau karena memperoleh hasil jual Rp 1,7 juta per ton tandan buah segar (TBS), sedangkan di Nunukan hanya membeli Rp 1 juta per ton TBS. Dalam jarak yang dekat pedagang Sebatik sudah memperoleh harga jual yang lebih tinggi daripada menjual dagangan pada jarak yang jauh. Oleh karena itu, bila ingin meningkatkan pemasaran hasil komoditas di Sebatik, maka perlu perbaikan prasarana transportasi/jaringan jalan antara penyedia bahan baku dengan pasar/wilayah lainnya, sehingga aksesibiltas antar daerah semakin tinggi. Dengan akses yang cepat ke daerah lainnya kemungkinan hasil penjualan juga akan meningkat.
Kesimpulan
Teori Von Thunen masih bisa dilakukan pada daerah-daerah terpencil, pemasaran hanya pada daerah-daerah yang memungkinkan dilakukan pemasaran. Semakin jauh dari pusat kota, maka akan semakin mahal juga sewa lahannya, dalam artian biaya transportasi yang ditanggung semakin besar, sedangkan balik modal kecil. Hal tersebut yang menyebabkan interaksi antara Sebatik – Tawau lebih sering dibanding Sebatik – Nunukan/Tarakan dikarenakan aksesibilitas Sebatik – Nunukan/Tarakan rendah. Sebatik sebagai daerah penyedia bahan baku bagi Tawau, Malaysia, sedangkan Tawau sebagai penyedia bahan jadi bagi Sebatik.
Langganan:
Postingan (Atom)